Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - Dulu, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) merupakan saham blue chip. Level harganya pernah mencapai kisaran Rp 8.000.
Krisis 2008 pun datang. Hanya dalam waktu yang terbilang singkat, harganya langsung anjlok ke level Rp 400 per saham.
Sentimen utang yang menggunung, isu penerapan Good Corporate Gorvenance yang kurang oke, dilengkapi dengan sentimen makro sektor batubara kala itu membuat harga saham BUMI terus terjun bebas bahkan hingga memasuki zona saham gocap.
Nyatanya, saham BUMI belum kehilangan pamor. Masih banyak investor yang mengempit saham BUMI.
Johnny Stant misalnya. Ia merupakan salah seorang investor. Bukan hanya aktif trading, ia juga menjadi salah satu dari sekian banyak praktisi pasar Ia masuk ke saham BUMI sekitar satu tahun yang lalu.
"Volatilitas dan volumenya menarik, mudah masuk tapi juga mudah keluar," jelas Johnny.
Saat ia masuk, kala itu juga timing -nya pas dengan momen ketika saham BUMI keluar dari zona saham gocap dan kembali menjadi ikon saham di bursa. Cuan pun datang menghampiri.
Pria yang juga aktif mengelola aplikasi Investorsukses.com itu mengaku, ia masuk ke saham BUMI saat harganya masih berada pada level Rp 60. Tak lama, harga saham BUMI melonjak menuju level Rp 300.
"Ya, enggak sampai harga satu Avanza sih, tapi buat Ninja 250 baru saja masih dapat," ujar Johnny.
Ada suka, ada juga dukanya. Johnny sempat kembali masuk ke saham BUMI saat harganya ada di kisaran level Rp 490. Sayang, setelah itu harganya kembali turun. Daripada buntung, ia terpaksa cut loss saat di level Rp 400.
Investor lainnya, Irwan Ariston Napitupulu juga mengaku, ia juga sempat icip-icip saham BUMI. Ia malah masuk tepat saat sentimen restruturisasi mulai berhembus kencang sejak awal tahun ini.
Cuan? Sudah pasti. Irwan yang juga merupakan pengamat pasar modal itu masuk saat harganya ada di level Rp 300. Ia menjualnya kembali saat BUMI menyentuh level Rp 460. Lumayan, ada gain 53% yang didapat.
"Ini hanya dalam waktu sekitar satu atau dua bulan," kata Irwan.
Coba, produk keuangan mana yang bisa memberikan return hingga 53% dalam waktu dua bulan? Rasanya tidak ada, kecuali jika itu investasi bodong.
Tapi, ia juga punya pengalaman agak kurang mengenakan dengan saham BUMI, bahkan jauh sebelum posisi saham BUMI saat ini.
Irwan pernah memiliki saham tersebut pada 2008, saat saham BUMI lagi panas-panasnya. Karena krisis, harganya anjlok. Berharap bisa memperoleh gain besar karena beli murah, justru tren penurunan yang terus terjadi.
Irwan masuk saat saham BUMI ada di kisaran Rp 6.000. Ia terpaksa cut loss saat harganya ada di level Rp 3.000-Rp 4.000.
Tapi, justru hal ini yang memberikannya pengalaman berharga. Ia jadi benar-benar paham apa bedanya investor dengan trader.
"Sekarang, saya investor, bukan trader. Sudah tidak memiliki saham BUMI lagi. Sesekali masuk, tapi kecil, tidak lama juga," tutur Irwan.
Beda mazhab, beda juga sudut pandangnya. Konsep salah harga. Konsep inilah yang dipegang oleh Warren Buffet ala Indonesia, Lo Kheng Hong.
Seperti dalam catatan KONTAN beberapa waktu lalu, menurut Lo, cadangan batubara yang dimiliki BUMI dengan level harga yang saat itu Rp 50, tentunya ini salah harga.
Lalu, berapa sebetulnya nilai perusahaan BUMI? Lo memberikan rumus harga wajar BUMI, yakni harga batubara dikurangi ongkos produksi lalu dikurangi lagi royalti ke pemerintah. Hasilnya perhitungan tersebut dikalikan dengan cadangan batubara yang BUMI miliki lalu dikurangi utang perusahaan
"Ini perhitungan fundamental," ujar Lo.
Berdasarkan keterangan manajemen BUMI, Lo bilang, nilai wajar BUMI adalah US$ 4,6 miliar. Karena itulah, harga saham BUMI Rp 50 per saham merupakan kesalahan pasar dalam menghargai nilai perusahaan BUMI.
Makanya, "Sebagai seorang value investor, saya harus membelinya," ujar Lo.
Sayang Lo enggan menyebutkan jumlah pasti kepemilikan saham BUMI. Dia hanya mengatakan, kemungkinan ia memiliki saham BUMI terbesar kedua setelah Bakrie. Yang jelas, Lo dan juga investor saham BUMI lainnya sempat meraih cuan dari saham BUMI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News