Reporter: Yuwono Triatmodjo, Veri Nurhansyah Tragistina, Agustinus Beo Da Costa | Editor: Djumyati P.
JAKARTA . Boleh jadi, para pemegang saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sedang berdebar-debar. Maklum saja, harga saham BUMI terus merosot belakangan ini. Terutama, sejak konflik Nathaniel Rothschild dengan Grup Bakrie di Bumi Plc. merebak.
Jumat lalu (23/11) harga BUMI turun 1,67% dari hari sebelumnya ke Rp 590 per saham. Ini adalah harga terendah BUMI sejak 5 Februari 2009. Kala itu, harga BUMI ada di level Rp 550 per saham . Sepanjang tahun ini (year to date), harga saham BUMI telah terpangkas 72,87%.
Banyak persoalan yang kini mendera BUMI. Yang pertama adalah tudingan whistle blower lewat Bumi Plc bahwa ada ketidakberesan dalam pengelolaan development fund BUMI. Buntutnya, Bumi Plc yang punya 29% saham BUMI membentuk tim audit independen untuk memeriksa anak usahanya itu. Masalah ini juga memicu perseteruan Rothschild dan Grup Bakrie.
Belum juga persoalan itu selesai, keberadaan anak usaha BUMI yang bernama Gallo Oil (Jersey) Ltd. kembali menjadi sorotan. Gallo dimiliki BUMI lewat perjanjian jual beli dengan pemilik lamanya, Long Haul Holdings Ltd dan Minarak Labuan Co. Ltd, tanggal 21 Oktober 1999.
Kala itu, BUMI menerbitkan promissory notes senilai Rp 9,25 triliun sebagai mahar. Utang ini kemudian mereka lunasi lewat penerbitan saham baru (rights issue) 18,61 miliar saham dengan nilai Rp 9,31 triliun di 2000. Efek dilusi aksi ini mencapai 95,92%.
Pembeli siaga rights issue BUMI kala itu tak lain adalah Long Haul. Lantaran minim peminat, rights issue itu diborong Long Haul dan Minarak. Long Haul membeli 14,34 miliar saham senilai Rp 7,17 triliun, sedangkan Minarak mendekap 4,27 miliar dengan nilai Rp 2,13 triliun.
Nah, saat Grup Bakrie masuk ke Bumi Plc, terkuak bahwa Long Haul adalah bagian dari Grup Bakrie. Ini artinya, transaksi akuisisi Gallo diduga aksi afiliasi. Pahitnya lagi, aset Gallo berupa blok Migas di Yaman belum juga berproduksi. Padahal , hingga Juni 2012, BUMI sudah keluar dana investasi US$ 362,82 juta.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sendiri belum akan menelisik kejanggalan ini. "Kami kaji dulu persoalannya seperti apa," kata Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI ke KONTAN, akhir pekan lalu .
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menilai, kejanggalan aksi korporasi itu muncul akibat mengendurnya pengawasan otoritas bursa. Dan, menurutnya, itu tak hanya terjadi pada emiten Grup Bakrie saja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News