Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini, rupanya dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menjadi aset safe haven dengan kinerja paling baik.
Berdasarkan Bloomberg, USD/IDR secara year to date (ytd) telah menguat 3,51%. Hal ini terjadi setelah rupiah ditutup di level Rp 14.543 per dolar AS pada hari ini (21/7).
Hal ini berbanding terbalik dengan kinerja dua aset safe haven lainnya. Yakni yen Jepang dan emas. Tercatat, JPY/IDR secara ytd justru terkoreksi 3,02%, sementara emas spot telah melemah 4,68% pada periode yang sama.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menerangkan, kinerja positif dolar AS diuntungkan oleh dua sisi. Pertama, dolar AS jadi incaran pelaku pasar sebagai safe haven ketika ketidakpastian meningkat. Kedua, dolar AS diuntungkan berkat ekspektasi pengetatan moneter Federal Reserve (The Fed).
“Jika dibandingkan dengan yen Jepang, dolar AS lebih unggul dari sisi kebijakan moneter, serta data-data ekonomi AS yang solid. Sementara BoJ masih berkutat seputar kebijakan akomodatif, sedangkan beberapa pejabat The Fed sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga,” jelas Alwi ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (21/7).
Baca Juga: LPEM FEB UI himbau BI kembali menahan suku bunga acuan, ini alasannya
Lebih lanjut, sedangkan terhadap emas, Alwi menilai dolar AS unggul karena ketika The Fed mulai mengetatkan kebijakannya, maka imbal hasil obligasi AS akan cenderung mengalami kenaikan. Hal ini pada akhirnya juga akan mengurangi daya tarik emas yang tidak memiliki imbal hasil.
Di satu sisi, Alwi menyebut, pada tahun ini, sikap investor adalah cash is king. Hal tersebut berbanding terbalik dengan tahun lalu di mana emas adalah raja safe haven.
Menurutnya, tahun lalu, seluruh bank sentral dunia menyuntikkan program Quantitative Easing (QE) untuk mengatasi kejatuhan ekonomi akibat serangan pandemi. Alhasil, mata uang pun mengalami depresiasi dan emas dijadikan pilihan safe haven.
Sementara untuk tahun ini, sekalipun kasus Covid-19 kembali naik, perekonomian di beberapa negara justru mulai mengalami perbaikan. Alwi melihat hal ini telah mendorong beberapa bank sentral mulai memperketat kebijakan. Alhasil, ketika stimulus ditarik dari pasar, hal ini akan mengurangi daya tarik emas.
“Oleh karena itu, dolar AS masih akan berpotensi melanjutkan tren positif pada sisa tahun ini. Apalagi, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed semakin menguat. Hal ini berarti emas kemungkinan akan turun di tengah penguatan dolar, karena imbal hasil obligasi AS kemungkinan juga akan naik,” imbuh Alwi.
Sementara untuk nasib yen Jepang, menurutnya, karena yen memiliki negative interest, maka ketika ada imbal hasil yang lebih menarik, mata uang tersebut akan ditinggalkan. Apalagi, BoJ sendiri masih tetap akan menjalankan kebijakan akomodatif untuk waktu yang lebih lama.
Baca Juga: Rupiah diprediksi lanjut melemah pada Kamis (22/7), ini faktor pemicunya
Menurut Alwi, di tengah melonjaknya kasus Covid-19, investor kemungkinan masih akan memilih uang tunai. Pada saat situasi krisis kesehatan dan keuangan, uang tunai menjadi hal yang berguna. Walau begitu, ia mengingatkan, dalam mengatur portofolio, investor sebaiknya tetap berimbang.
Adapun, untuk tahun ini, ia memproyeksikan indeks dolar AS masih akan bisa menguat ke level 94,50. Menunjukkan masih adanya potensi upside mengingat level indeks dolar AS saat ini adalah 92,99. Sedangkan untuk harga emas spot, ia memperkirakan akan berada di level US$ 1.750 per ons troi
Selanjutnya: Harga emas spot ditopang kekhawatiran varian Delta yang memacu permintaan safe haven
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News