Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Menurut dia, apabila penurunan ini terus berlanjut maka pemain batubara dengan skala yang lebih kecil dari Adaro terancam menghentikan produksi. "Kalau begitu, pemain yang long term seperti Adaro diuntungkan. Jadi masih (target produksi) 54 juta ton-58 juta ton," jelas dia.
Meski cukup optimistis, Boy tetap mengakui bahwa kondisi tahun ini lebih berat bila dibandingkan krisis pada 1998 maupun 2008. Untuk itu, dia masih akan terus mencermati perkembangan di separuh kedua tahun ini dan berharap skema moderat pemerintah mengenai pemulihan dari Covid-19 dapat terlaksana.
Baca Juga: PKP2B dapat jaminan perpanjangan dari Revisi UU Minerba, ini komentar BUMI dan ADRO
Direktur Keuangan Adaro Lie Luckman menambahkan diversifikasi pasar serta model bisnis terintergrasi yang dilakukan Adaro cukup tangguh untuk menghadapi tekanan saat ini. Dia menjelaskan situasi di setiap negara tidak terlalu berpengaruh pada kinerja Adaro. Sebab porsi penjualan juga tidak terlalu besar. Misalnya, penjualan Adaro ke China hanya 12% dan India hanya 15%.
Selain itu, kebutuhan capex yang tidak terlalu besar juga dinilai menguntungkan ADRO. Tahun ini Adaro memang tak memiliki proyek baru yang membutuhkan dana jumbo.
Anggaran capex Adaro tahun ini ditetapkan sekitar US$ 300 juta-US$ 400 juta. Adapun kas dan setara kas pada akhir 2019 tercatat sebesar US$ 1,58 miliar. "Kami bersyukur tidak perlu capex besar yang signifikan, tapi yang kami keluarkan capex maintenance," jelasnya.
Baca Juga: Jurus Adaro Energy (ADRO) tangkal dampak merosotnya harga batubara akibat corona
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News