Reporter: Dityasa H Forddanta, Narita Indrastiti | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) telah mengerek rating utang Indonesia menjadi layak investasi (investment grade). Namun, status keren itu hanya menyulut euforia sesaat di pasar modal.
Kemarin (29/5) atau awal pekan pertama bulan puasa, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,08% ke level 5.712,33. Pemodal asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) mencapai Rp 6,48 triliun.
Di tengah net sell investor asing, tercatat ada transaksi tutup sendiri (crossing) senilai total Rp 7,65 triliun. Crossing saham terbesar dilakukan broker domestik, Sinarmas Sekuritas, atas saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS). Nilainya Rp 6 triliun.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio berpendapat, ada dua hal yang menyebabkan sentimen S&P belum optimal mendongkrak IHSG. "Momentum menjelang Lebaran dan pemangkasan rating China oleh Moody's," ujar Tito, kemarin (29/5).
Selama bulan puasa dan mendekati Lebaran, masyarakat cenderung menarik uang. Ini berpotensi membuat volume transaksi di pasar modal menurun. Tapi di sisi lain, saat banyak orang memegang cash, permintaan barang konsumsi bisa meningkat.
Kondisi tersebut berpeluang mendorong lari inflasi lebih kencang. "Jika inflasi tinggi, kemungkinan suku bunga kembali dinaikkan. Sehingga, sentimen ini mengganggu laju IHSG," kata David Sutyanto, Analis First Asia Capital.
Indeks yang melempem juga merupakan efek bumerang dari sentimen S&P. IHSG naik terlalu cepat saat sentimen itu muncul. "Seperti biasa, pasca kenaikan yang terlalu cepat dan signifikan, IHSG rentan aksi ambil untung," ucap Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada.
Ketika S&P menaikkan peringkat utang Indonesia pada Jumat (19/5) pekan lalu, IHSG langsung mencetak rekor sepanjang masa, ditutup di level 5.791,88. Tapi, sejak pecah rekor hingga kemarin, IHSG sudah menyusut 1,39%.
Kendati demikian, fundamental Indonesia dinilai masih kokoh. Sentimen inflasi diprediksi akan mereda setelah bulan puasa berlalu.
David memproyeksikan, inflasi bakal melandai di kisaran 4,5%. Alhasil, ada kemungkinan IHSG naik lebih tinggi. Di akhir tahun IHSG bisa menyentuh level 6.000.
Taye Shim, Head of Research Mirae Aset Sekuritas Indonesia, bahkan menaikkan target IHSG hingga akhir tahun nanti menjadi 6.241, dari sebelumnya 5.963. Alasannya, peringkat layak investasi dari S&P berpotensi membuka peluang bagi emiten saham untuk mencetak pertumbuhan kinerja.
Sejumlah ketidakpastian pun berkurang. "Ketidakpastian dari Pilkada DKI Jakarta, amnesti pajak, semuanya sudah memudar. Sehingga, kami melihat ada akselerasi pertumbuhan ekonomi ke depan," tandas Taye. Tapi, sikap waspada tetap harus dipasang untuk menghadapi aneka ragam goncangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News