Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Indika Energy Tbk (INDY) mempercepat rencana melepas kembali saham PT Petrosea Tbk (PTRO) ke publik alias refloat. Aksi korporasi ini akan digelar meski stock split PTRO belum rampung. Saat ini, INDY menguasai 98,55% saham PTRO.
Kepala Riset Bhakti Securities Edwin Sebayang menyebut langkah INDY melepas saham PTRO ini dilakukan untuk ekspansi lebih lanjut. "Tidak jauh dari bisnis intinya, yaitu akuisisi tambang baru," kata Edwin, Kamis (30/6).
Namun Edwin belum bisa menghitung potensi dana yang bakal diraup INDY dari aksi korporasi ini. Pasalnya perusahaan migas tersebut belum mengumumkan jumlah saham PTRO yang bakal dilepas. Yang jelas, Edwin menghitung kas INDY sampai akhir tahun, sebelum ditambah hasil penjualan saham PTRO sudah Rp 2,64 triliun. "Itu sudah cukup," kata Edwin.
Kontrak baru
Refloat saham PTRO ini akan mempengaruhi kinerja INDY. Pasalnya kontribusi PTRO terhadap INDY cukup signifikan. Analis Mandiri Sekuritas Herman Koeswanto bilang, kontrak baru yang diperoleh PTRO dan anak usaha INDY yang lain, Tripatra dan PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS), akan jadi penggerak kinerja INDY.
Herman mencatat PTRO akan mengantongi kontrak baru senilai US$ 396 juta dari Adimitra Baratama Nusantara, perusahaan milik Grup Toba. Dalam pengamatan Herman, Grup Toba termasuk produsen batubara terbesar di dalam negeri.
Analis Danareksa Sekuritas, Peter P. Sutedja, memperkirakan PTRO akan menyumbang pendapatan US$ 262,2 juta tahun ini, plus backlog US$ 739,2 juta. Itu cukup untuk menutup penurunan nilai backlog Tripatra menjadi US$ 192,6 juta akibat pembatalan proyek dan tender ulang.
Selain itu, PTRO tidak tergantung pada alat berat dari Jepang untuk berproduksi. Dus, gangguan produksi pun minim. Ini menjadi keunggulan anak usaha INDY ini. Dengan demikian, asalkan INDY tetap menguasai mayoritas saham PTRO, INDY akan tetap dapat keuntungan dari kenaikan kinerja PTRO.
Peter meramalkan kinerja INDY akan terdongkrak kenaikan average selling price (ASP) batubara produksi anak usahanya. Ia memprediksi PT Kideco Jaya Agung akan memproduksi 31 juta metrik ton batubara. Sedang PT Santan Batubara, anak usaha INDY yang lain, bisa memproduksi 2,2 juta metrik ton batubara. Proyeksi ASP kedua perusahaan itu berkisar US$ 68,6 hingga US$ 88,5 per ton di tahun 2011.
MBSS yang baru diakuisisi INDY April lalu juga telah menandatangani kontrak US$ 21 juta per tahun dengan Borneo Indobara, perusahaan Sinarmas. MBSS juga memiliki proyek baru senilai US$ 94 juta.
Melihat prospek bisnisnya, INDY mendapat rekomendasi beli dari para analis. Edwin memasang target harga sebesar Rp 4.500 per saham yang mencerminkan price to book value3,45 kali dan price to earning (P/E) 20,91 kali.
Herman lebih optimistis. Ia mematok target Rp 5.200 per saham yang mencerminkan P/E di akhir 2011 sebesar 15,7 kali. Target harga versi Peter Rp 4.800 per saham yang mencerminkan P/E 15,1 kali di 2011 dan 12,6 kali di 2012.
Harga INDY pada Kamis (30/6), menguat 1,32% menjadi Rp 3.850 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News