kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.919.000   13.000   0,68%
  • USD/IDR 16.249   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.047   42,07   0,60%
  • KOMPAS100 1.029   8,11   0,79%
  • LQ45 786   6,95   0,89%
  • ISSI 231   0,98   0,43%
  • IDX30 406   4,77   1,19%
  • IDXHIDIV20 470   5,25   1,13%
  • IDX80 116   1,04   0,90%
  • IDXV30 117   1,12   0,96%
  • IDXQ30 131   1,74   1,35%

Industri Otomotif Tertekan karena Lemahnya Daya Beli, Cek Rekomendasi Sahamnya


Minggu, 13 Juli 2025 / 14:51 WIB
Industri Otomotif Tertekan karena Lemahnya Daya Beli, Cek Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa. Industri otomotif terdampak signifikan oleh penurunan daya beli masyarakat. Berikut rekomendasi saham otomotif dari para analis.


Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri otomotif terdampak signifikan oleh penurunan daya beli masyarakat. Namun, secercah harapan bisa muncul melalui gelaran ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show alias GIIAS 2025.

Per Juni 2025, penjualan mobil domestik hanya 374.740 unit. Padahal, target tahunan sebanyak satu juta unit. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, ini menandakan penurunan 22,59% year on year (yoy).

Adapun pada Mei 2025, penjualan mobil secara wholesales hanya mencapai 60.613 unit. Jumlah ini melemah 15,1% secara tahunan, dibandingkan Mei 2024 yang menembus lebih dari 71 ribu unit. Meskipun, ada peningkatan 18,48% month-on-month (MoM) karena basis rendah usai libur Idulfitri.

Analis MNC Sekuritas, Muhamad Rudy Setiawan memandang, seiring ketidakpastian ekonomi global yang berlanjut, perusahaan otomotif masih bakal menghadapi tekanan. Kebijakan moneter yang mengetat juga jadi faktor.

Baca Juga: Saham Blue Chip Ini Dibeli Blackrock JP Morgan Vanguard, Investor Ritel Perlu Beli?

“Tekanan makro ini berpotensi menekan sentimen konsumen dan menunda keputusan pembelian kendaraan,” ujarnya dalam riset 19 Juni 2025.

Analis Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menilai tekanan terhadap industri otomotif masih datang dari lemahnya daya beli masyarakat, yang turut menekan penyaluran kredit kendaraan. Di sisi lain, ia mencermati bahwa minat terhadap kendaraan listrik (EV) mulai meningkat.

Senada, analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer mencermati penjualan mobil listrik yang naik signifikan tahun ini.

“Dukungan pemerintah lewat insentif dan pembangunan ekosistem EV bisa jadi katalis jangka menengah,” katanya kepada Kontan, Sabtu (12/7).

Di sisi lain, risiko rantai pasok juga meningkat. Ini melanjutkan keputusan Tiongkok untuk membatasi ekspor logam tanah jarang (rare earth mineral).

Sebagai informasi, Negeri Tirai Bambu ini mengontrol estimasi 70% aktivitas penambangan global, 85% kapasitas pemurnian, serta 90% produksi paduan dan magnet dunia.

Padahal, kendaraan listrik biasanya membutuhkan sekitar 0,5 kg logam tanah jarang. Dua kali lebih banyak dari kendaraan berbahan bakar bensin.

“Pembatasan ini memicu kekhawatiran akan produksi EV yang terbatas,” kata Indy, Jumat (11/7).

Lebih lanjut, Rudy menyorot pembatasan serupa oleh Tiongkok pada 2010 pernah membuat Jepang mencari pemasok alternatif.

Meski begitu, di tengah sejumlah tantangan, Rudy menilai ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show alias GIIAS 2025 akan menjadi penentu arah pemulihan industri otomotif ke depan. Gelaran GIIAS akan kembali pada 24 Juli hingga 3 Agustus 2025.

Sepanjang 2021–2024, GIIAS mampu mendorong rata-rata penjualan mobil naik 9,5% secara bulanan. Nilai transaksinya mencapai Rp 15-20 triliun. Hanya saja, pada 2024, dampak acara ini terhadap penjualan tak begitu signifikan.

“Terlepas target penjualan Gaikindo, kondisi makro dan industri saat ini masih penuh tantangan. Risiko global terus membebani kinerja ekonomi domestik,” papar Rudy.

Menurut Indy, gelaran GIIAS 2025 juga menjadi sentimen positif. Namun, tren daya beli masyarakat ke depan tetap perlu diperhatikan.

Rudy mempertahankan rekomendasi netral untuk sektor otomotif, terutama dengan mempertimbangkan pemulihan daya beli yang berjalan lambat. Juga, kenaikan harga akibat ketidakpastian pasokan dan fluktuasi harga komoditas.

“Risiko penurunan mencakup pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kenaikan inflasi, dan suku bunga,” imbuhnya.

Menurut Miftahul, sentimen lain yang perlu dicermati termasuk respons pasar terhadap mobil listrik. Dus, di tengah tekanan, ia tetap optimistis dengan prospek sektor ini, terutama AUTO.

“Bisnis suku cadangnya cukup stabil, apalagi saat konsumen lebih memilih merawat mobil lama ketimbang beli baru,” imbuhnya.

Miftahul merekomendasikan beli AUTO dengan target harga Rp 2.220 per saham. Indy juga menyarankan beli AUTO dengan target harga yang sama. Rudy merekomendasikan hold ASII dengan target harga Rp 5.500 per saham. Sedangkan untuk AUTO, dia menyarankan beli dengan target harga Rp 2.700 per saham.

Baca Juga: Harga Saham Blue Chip Turun Semester 1 2025, Untuk Semester 2 Ini Pilih Saham Apa?

Selanjutnya: Penundaan Tarif AS Picu Kekhawatiran terhadap Ekspor Indonesia

Menarik Dibaca: Apakah Jurusan Bahasa Terancam Tergusur AI atau Tidak? Ini Sederat Faktanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×