Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas nikel diproyeksikan masih akan cukup solid di sisa tahun ini. Isnaputra Iskandar, Head of Research Maybank Kim Eng Sekuritas masih menggunakan asumsi harga nikel sebesar US$ 15.500 per ton untuk tahun ini.
Isnaputra merinci, terdapat sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi harga nikel, antara lain pemulihan ekonomi global, perkembangan teknologi baterai listrik, serta kebijakan pemerintah dari Negara-negara utama di industri nikel seperti Indonesia, China, dan Filipina.
Isnaputra menyebut, permintaan mobil listrik yang meningkat akan menjadi katalis utama untuk harga nikel. Saat ini, permintaan nikel dari sektor baterai kurang dari 5% dari total permintaan nikel. “Diperkirakan dalam 5 tahun ke depan, angka ini dapat meningkat menjadi 15-20% dari total permintaan,” terang Isnaputra kepada Kontan.co.id, Sabtu (27/6).
Baca Juga: Muncul wacana pembatasan smelter, bagaimana dampaknya terhadap emiten nikel?
Dalam risetnya yang dipublikasikan Senin (21/6), Analis CLSA Sekuritas Norman Choong dan Chelene Indriani menyebut, rapat Federal Open Market Committee (FOMC) terbaru dan komentar The Fed tentang pengurangan pembelian obligasi (tapering) mendorong penguatan nilai dolar AS. Hal ini terjadi lebih awal dari yang diperkirakan konsensus, dan secara umum menjadi sentimen yang kurang baik bagi komoditas.
Meski demikian, Norman dan Chelene tetap memasang mode optimis terhadap prospek jangka menengah komoditas logam ini. Mereka juga menegaskan, ketatnya pasar nikel kelas pertama akan terus menentukan tren harga nikel di London Metal Exchange (LME). Hal ini juga didasarkan dengan asumsi penawaran dan permintaan nikel kelas kedua tidak akan mengalami lonjakan.
“Kami memangkas perkiraan harga nikel 2021-2022 masing-masing sebesar US$ 500, dari semula US$ 18.500 -US$ 19.000 menjadi US$ 18.000 -US$ 18.500 per ton karena menguatnya nilai dolar AS,” tulis Norman dan Chelene.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi pilihan di sektor ini.
CLSA melihat adanya potensi pertumbuhan yang kuat dalam volume penjualan bijih nikel ANTM sepanjang 2021-2023, pada masa transisi output nickel pig iron (NPI) Indonesia menggantikan produk NPI China. Volume penjualan ANTM juga diperkirakan naik, yang berasal dari penjualan ke pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL) tahun depan.
Baca Juga: Punya kebun produktif untuk tunjang kinerja, Trimegah beri rekomendasi beli TAPG
Sementara itu, saham INCO dinilai atraktif seiring dengan efisiensi biaya yang dilakukan serta adanya potensi pertumbuhan kapasitas yang signifikan pada tahun 2023, sehingga menjadikan eksposur jangka panjang INCO cukup baik.
CLSA Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham ANTM dan INCO namun dengan target harga yang lebih rendah. Target harga INCO berada di level Rp 7.500 (dari sebelumnya Rp8.600) sementara target harga ANTM sebesar Rp3.800 (dari sebelumnya Rp 4.000).
Sementara itu, Isnaputra merekomendasikan beli saham INCO dengan target harga Rp 7.000.