Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks saham-saham berkategori syariah masih belum merekah sepanjang tahun berjalan ini. Tampak dari lima indeks saham syariah yang kompak bergerak di zona merah hingga perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (11/8).
Tengok saja Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) yang secara year to date (YtD) bergerak melemah 4,34%. IDX Sharia Growth ambles lebih dalam dengan minus 7,19%, IDX-MES BUMN 17 terjun 6,30%, Jakarta Islamic Index (JII) merosot 5,90%, dan JII70 turun 3,97%.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih menyoroti kinerja indeks saham syariah yang tertinggal dibanding mayoritas indeks saham lainnya. Termasuk dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil kembali mencapai zona hijau, sudah menanjak 0,43% secara YtD.
Indeks syariah anjlok terseret sejumlah saham berkapitalisasi besar dengan bobot jumbo yang menjadi pemberat (laggard). Ratih mencontohkan IDX Sharia Growth yang ambles paling dalam di antara indeks saham syariah lainnya.
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sebagai saham dengan bobot terbesar kedua dan ketiga dalam IDX Sharia Growth bergerak melandai. Masing-masing terkoreksi 21,28% dan 10,92% secara YTD.
Baca Juga: Pencatatan Saham di BEI Tertinggi di ASEAN pada Januari-Agustus
Ratih mengatakan, pelemahan indeks syariah secara umum terdampak oleh rotasi sektor, pembobotan saham, serta merosotnya kinerja keuangan sejumlah emiten. "Indeks syariah didalamnya banyak saham sektor energi dan material dasar. Kinerjanya akan tertekan sejalan dengan penurunan permintaan dan harga komoditasnya," ujar Ratih kepada Kontan.co.id, Minggu (13/8).
Chartered Financial Analyst Head of Research & Fund Manager Syailendra Capital, Rizki Jauhari mengamini saham-saham dari sektor energi dan barang baku menjadi pemberat indeks syariah. Hal ini menjadi katalis signifikan yang menahan laju performa indeks saham syariah di tahun 2023.
Prospek Pasar Saham Syariah
Rizki mengamati, saat ini jumlah emiten berkategori syariah yang punya kapitalisasi pasar jumbo dan likuiditas tinggi masih relatif minim. Menurut dia, jumlah emiten-emiten yang sesuai dengan prinsip syariah akan tumbuh selaras dengan pertumbuhan ekonomi.
Semakin maraknya saham-saham baru hasil Initial Public Offering (IPO) juga bisa menjadi katalis penting pendongkrak pasar saham syariah. Rizki menggambarkan lonjakan market caps ISSI terhadap IHSG. Jika pada tahun 2021-2022 hanya di bawah 50%, saat ini sudah mencapai 54,9%.
Dus, Rizki memprediksi, kinerja indeks-indeks saham syariah akan lebih normal dan bisa sejalan dengan laju IHSG pada tahun depan. "Kami berharap dengan meningkatnya ekonomi Indonesia, emiten-emiten syariah juga dapat lebih diminati oleh investor asing," ujar Rizki.
Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) juga terus berupaya mengembangkan pasar saham berbasis syariah. Dalam segmen yang lebih khusus, investor baru yang tercatat di sistem transaksi Shariah Online Trading System (SOTS) mencapai 7.696 investor sepanjang semester I-2023.
Dengan tambahan tersebut, total jumlah investor syariah hingga bulan Juni 2023 mencapai 125.638. Untuk memfasilitasi investor syariah tersebut, saat ini ada 16 anggota bursa yang menyediakan layanan SOTS.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik optimistis pasar saham syariah akan terus berkembang. Sepanjang tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan tambahan 10.000 investor syariah baru. Artinya, hingga periode setengah tahun sudah terpenuhi sekitar 76,9% dari target.
Di samping terus menggelar literasi, BEI pun tengah menyusun program untuk mendorong stakeholders melakukan inisiatif baru dalam pengembangan pasar modal syariah.
"Prospeknya tentu masih sangat besar," ungkap Jeffrey.
Baca Juga: BTPN Syariah Optimistis Pembiayaan bagi Masyarakat Inklusi Terus Tumbuh
Ratih turut meyakini prospek indeks syariah ke depan semakin menarik. Asalkan rebalancing yang dilakukan bisa menyaring saham dengan performa yang paling apik dari masing-masing sektornya. Sedangkan untuk saat ini, pelaku pasar bisa mencuil peluang di tengah penurunan indeks saham syariah.
Syaratnya, cermat memilih sektor dan kinerja emiten yang paling unggul di indeks tersebut. Ratih menyematkan rekomendasi buy untuk saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR).
Secara teknikal, target harga TLKM ada di level resistance Rp 3.940. Sarah Ratih, stoploss jika TLKM menembus support Rp 3.720. Sedangkan target harga untuk ACES ada di Rp 750 dengan support pada Rp 670, lalu Rp 7.000 sebagai target harga SMGR dan support pada Rp 6.550.
Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project William Hartanto juga menyarankan investor untuk mencermati rotasi sektor yang terjadi di pasar saham. William mengamati sejumlah saham kategori syariah yang secara teknikal menarik koleksi.
William menjagokan saham TLKM, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP),PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO).
Pelaku pasar juga bisa mempertimbangkan buy pada saham PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR), dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG). Selain itu, William merekomendasikan hold saham UNVR, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News