kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.986.000   17.000   0,86%
  • USD/IDR 16.835   40,00   0,24%
  • IDX 6.679   65,44   0,99%
  • KOMPAS100 965   12,40   1,30%
  • LQ45 750   8,15   1,10%
  • ISSI 212   1,80   0,86%
  • IDX30 390   4,00   1,04%
  • IDXHIDIV20 468   2,84   0,61%
  • IDX80 109   1,41   1,31%
  • IDXV30 115   1,81   1,60%
  • IDXQ30 128   1,06   0,84%

Indeks Dolar Melempem, Rupiah Gagal Memanfaatkan Momentum


Jumat, 25 April 2025 / 20:12 WIB
Indeks Dolar Melempem, Rupiah Gagal Memanfaatkan Momentum
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/sgd/Spt. Pergerakan nilai tukar rupiah cenderung menurun, sekalipun ketika eksistensi dolar Amerika Serikat (AS) tampak tak bertaji.


Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah cenderung menurun, sekalipun ketika eksistensi dolar Amerika Serikat (AS) tampak tak bertaji.

Dari data Bloomberg, pairing USD/IDR telah tercatat turun lebih dari 4% sejak awal tahun 2025. Per Jumat (25/4) rupiah bergerak di level Rp 16.829 per dolar AS, menguat 0,25% dari perdagangan kemarin. Kendati, penguatan ini masih terbilang jauh jika dibandingkan dengan sejumlah mata uang Asia lainnya. Adapun, indeks dolar (DXY) AS bertengger dibawah level 100 menjadi 99,9. Meski begitu, angka ini telah meningkat 0,59% dari pekan lalu.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, secara garis besar tekanan pada mata uang garuda ini tidak terlepas dari meningkatnya tensi kekhawatiran akibat perang dagang antara AS – China. Hal ini mendorong investor untuk lebih berhati-hati memasuki pasar keuangan domestik.

Belum lagi, dampaknya terhadap permintaan dan harga ekspor utama seperti batubara dan minyak sawit mentah (CPO) yang melesu. Penurunan ini memicu ekspektasi bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia akan melebar, dimana permintaan terhadap mata uang asing akan meningkat seiring dengan tingginya nilai impor dibandingkan ekspor.

"Bahkan perfoma rupiah sepanjang bulan April ini telah terdepresiasi lebih dari 1,60%. Jadi tidak heran jika rupiah menjadi mata uang terburuk diantara mata uang Asia lainnya," kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (25/4).

Baca Juga: Rupiah Menguat di Pekan Ini, Simak Prospek di Pekan Depan

Ke depan, Josua menilai salah satu faktor pendorong kekuatan rupiah adalah proyeksi pemotongan suku bunga yang lebih agresif dari the Fed. Jika proyeksinya meningkat, maka ini dapat menjadi sentimen positif bagi otot rupiah. "Persis seperti apa yang terjadi pada perdagangan hari ini," tambah Josua.

International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) dalam paparan outlook edisi April 2025 kompak memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Adapun keduanya sama-sama menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7%. Penurunan ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran perlambatan ekonomi Asia.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Samual bilang, penurunan proyeksi dari sejumlah lembaga keuangan ini tidak terlalu berpengaruh signifikan. Apalagi, sebagian besar fokus pasar sudah tersita pada eskalasi perang dagang. Artinya, pasar sudah berekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi global maupun Indonesia mayoritas akan tersetir oleh sejauh mana ketegangan perdagangan ini berlangsung.

"Secara prospek, dalam jangka menengah ini saya kira akan cenderung stabil menguat," ungkap David kepada Kontan.co.id, Jumat (25/4).

Harapannya permintaan dolar terkait pembayaran dividen mulai mereda pada kuartal ll. Ditambah dengan ekspektasi rebound pada harga komoditas dan pasar modal pasca penundaan tarif impor Presiden AS Donald Trump selama 90 kedepan, termasuk pada negara-negara emerging market. "Sehingga potensi rebound masih mungkin, tapi tergantung bagaimana sentimen global maupun domestik kedepannya,"

Lebih jauh Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menyoroti, kegagalan rupiah dalam memanfaatkan momentum depresiasi dolar AS disebabkan oleh lemahnya fundamental domestik baik dari sisi moneter maupun fiskal dalam menopang mata uang itu sendiri.

Menurut hematnya, Fikri membagi kedalam empat faktor alasan rupiah mengapa begitu terpuruk dan kesulitan untuk bangkit. Pertama, adanya keterbatasan ruang intervensi Bank Indonesia (BI), baik dari sisi dana maupun aspek lainnya.

"Yang paling terlihat pada saat lebaran kemarin, dimana tiba-tiba saja rupiah bergerak melampaui Rp 17.000 per dolar AS dipasar NDF atau ketika pasar domestik libur. Artinya, intervensi BI benar-benar menjadi kontributor utama dalam menjaga stabilitas rupiah. Alhasil, timbul kekhawatiran akan menipisnya cadangan devisa BI. Situasi seperti inilah yang membuat rupiah sulit terapresiasi." terang Fikri kepada Kontan.co.id, Jumat (25/4).

Kedua, kekhawatiran akan defisit fiskal yang cukup besar ditahun ini. Bahkan bisa jadi melampaui target 2,5% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Ketiga, pola komunikasi dari sektor pemerintah maupun moneter yang dinilai kurang positif.

"Khususnya di sektor pemerintah. Ini cukup krusial, karena walaupun secara data dan kondisi ekonomi masih terjaga dibandingkan negara lainnya, tetapi dengan pola komunikasi yang kurang positif, ini dapat mendorong asing untuk melakukan sell off, " jelas Fikri.

Terakhir, tingginya tingkat arus modal asing keluar di pasar ekuitas dan beberapa pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh beberapa lembaga juga cukup berkontribusi dalam menekan rupiah.

"Secara keseluruhan, fundamental Indonesia baik dari sisi moneter maupun fiskal belum cukup kuat untuk menopang rupiah dibandingkan dengan negara Asia lainnya," simpul Fikri.

Jika berkaca dari sejumlah mata uang asia seperti ringgit Malaysia (MYR), yen Jepang (JPY), dan dolar Singapura (SGD) yang secara year-to-date (ytd) sudah berbalik arah alias rebound terhadap dolar AS, rupiah memang kalah pamor.

Dalam proyeksinya, Fikri menyebutkan jika kedepannya negosiasi perang dagang membuahkan hasil positif, pemerintah berkenan untuk memperbaiki pola relasi dengan investor global dengan lebih komunikatif, melakukan reorganisasi di sektor fiskal maupun moneter, maka tidak menutup kemungkinan nilai tukar rupiah akan terapresiasi, "Saya optimis akan bergerak dikisaran Rp 15.800 – Rp 15.900 per dolar AS hingga akhir tahun," tutup Fikri.

Tetapi, jika terjadi sebaliknya, maka potensi untuk bergerak melampaui Rp 17.000 per dolar AS sangat terbuka. Dalam perkiraannya akan bergerak dikisaran Rp 17.200 – Rp 17.300 per dolar AS.

Baca Juga: Sejak Awal Tahun Rupiah Keok Dibanding Mayoritas Mata Uang Asia, Ini Sebabnya

Selanjutnya: Samsung Bakal Investasi US$ 117 juta untuk Fasilitas Produksi di India Selatan

Menarik Dibaca: PCP Tower SCBD Terima Sertifikasi ISO, Perkuat Posisi Gedung Bertanggungjawab

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×