kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IHSG terus tertekan, apakah karena aksi short selling?


Rabu, 09 Oktober 2019 / 17:15 WIB
IHSG terus tertekan, apakah karena aksi short selling?


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau turun sampai 6,04% sejak Juni 2019 lalu. Aksi short selling sebenarnya bisa mempengaruhi pergerakan bursa dan memperparah penurunannya. Namun, apakah penurunan IHSG memang karena adanya aksi ini?

Transaksi short selling adalah jual saham tanpa memiliki saham tersebut. Biasanya investor meminjam sahamnya dari perusahaan sekuritas atau broker.

Tidak semua investor dapat melakukan transaksi short selling sebab Bursa Efek Indonesia (BEI) telah membuat aturan yang mengatur syarat-syarat siapa yang boleh melakukannya yakni investor institusi.

Baca Juga: Simak saham-saham yang masuk dalam daftar efek margin dan shortsell bulan Oktober

Direktur Perdagangan dan Peraturan Anggota Bursa Laksono W. Widodo mengakui belakangan ini BEI lebih mengawasi praktik short selling. “Namun, dengan adanya penurunan peminjaman saham yang signifikan dari bulan Juli ke Agustus artinya tidak ada indikasi terjadinya short selling,” kata Laksono kepada Kontan.co.id, Rabu (9/10).

Oleh karenanya Laksono menampik penyebab IHSG tertekan belakangan ini karena aksi jual kosong. Menurutnya penekan IHSG lebih karena sentimen global dan domestik yang menerpa Indonesia.

Melansir data terakhir dari Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI), nilai peminjaman saham di sepanjang bulan Mei 2019 tercatat paling besar. Pada Mei 2019 terjadi 20 kali transaksi sebanyak 6,05 juta saham dipinjam dan nilainya sebesar Rp 37,89 miliar.

Baca Juga: Bursa Asia jatuh terdalam sepekan ini

Kendati demikian kalau melihat berdasarkan jumlah saham yang paling banyak dipinjam, investor paling banyak meminjam saham pada Juli 2019. Di sepanjang bulan Juli, saham yang dipinjam sebanyak 82,93 juta dengan nilai transaksi Rp 29,54 miliar.

Sebulan berselang, pada Agustus 2019 jumlah saham yang dipinjam tercatat turun signifikan yakni hanya 3,51 juta saham atau setara dengan Rp 12,87 miliar. Adapun pada Agutus 2019 IHSG masih bergerak di level tertingginya di 6.381 dan level terendahnya di 6.119.

Laksono bilang regulasi yang ada saat ini tidak mengatur mengenai naked short selling. Dia menjelaskan saat ini transaksi short selling hanya dibuka kepada liquidity provider atau penyedia likuiditas terkait produk derivatif dan structured warrant. Sebab terkait produk derivatif memang membutuhkan sarana hedging.

Adapun Laksono tidak menyangkal kalau ke depannya BEI bisa memfasilitasi investor ritel untuk melakukan transaksi short selling. Namun, kemungkinan bisa dibuka apabila source of lender dari saham sudah mulai dibuka. “Tapi ini akan at later stage ya,” ujar Laksono.

Baca Juga: Catat rekomendasi saham-saham LQ45 dengan kenaikan tertinggi

Direktur Sinarmas Sekuritas Fendy Sutanto menyatakan, di tengah melemahnya indeks saat ini tercatat belum ada transaksi short selling di Sinarmas Sekuritas. “Kalau ada penurunan peminjaman saham yang signifikan dari Juli ke Agustus kemungkinannya karena banyak investor yang menunggu keadaan lebih tenang. Sebab pada bulan itu banyak ketidakpastian yang terjadi khususnya perang dagang,” ujarnya.

Menurut Fendy, di tengah keadaan saat ini yakni ancaman resesi di berbagai belahan negara, tidak masalah jika terjadi gagal bayar investor dalam mengembalikan saham dari fasilitas marjin ini karena ada jaminan yang digunakan untuk buyback saham.

Baca Juga: Rekomendasi LQ45: Asing masuk saat Jokowi dilantik, saham BBCA bisa naik lebih tinggi

Menurutnya walaupun sedang dalam keadaan pelemahan ekonomi, Fendy menyatakan transaksi short selling masih bisa dilakukan, tergantung pilihan sahamnya.

Octavianus Budiyanto, Direktur Kresna Sekuritas menambahkan, dia tidak melihat adanya aksi short selling di tengah keadaan saat ini. Apalagi dilakukan oleh investor lokal karena peraturan yang berlaku saat ini membuat transaksi short selling sulit dilakukan. “Kalau sekarang, kita jual di transaksi short sell harus satu poin di atas bid harga terakhir. Itu ga mudah,” kata Okky.

Okky melihat, di tengah ancaman resesi yang ada, seharusnya orang jual untuk profit taking dan memperbanyak porsi kas. Sebab di beberapa negara besar termasuk Jerman, Singapura, Hong Kong dan lainnya ekonomi stagnan dan pertumbuhannya hampir nol.

Jadi saat ini Okky melihat investor lebih berhati-hati. Dia bahkan menyarankan investor tidak memilih investasi dengan cara agresif sampai menunggu keadaan menjadi lebih tenang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×