Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Noverius Laoli
Di satu sisi Rudiyanto mengatakan ETF banyak dimiliki oleh investor institusi. Jika investor ritel bisa lebih fleksibel melakukan pembelian tepat saat pasar terkoreksi, hal ini berbeda dengan investor institusi dalam mengambil keputusan investasi cenderung lebih lama.
Sedangkan, dana kelolaan reksadana pasar uang melemah tipis 0,62% mom menjadi Rp 106,32 triliun. Wawan dan Rudiyanto mengatakan penurunan reksadana pasar uang terjadi karena investor memindahkan dananya ke reksadana saham.
Wawan mengamati pelaku pasar saat ini sudah lebih percaya diri masuk ke reksadana berbasis saham yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Risiko yang menyelimuti reksadana saham juga semakin mereda.
Baca Juga: MI Mulai Ancang-Ancang Lakukan Window Dressing
Faktor pendukung datang dari bahaya varian virus omicron yang parah seperti apa yang dikhawatirkan. Pemerintah jiga membatalkan penerapan PPKM level tiga di liburan Natal dan tahun baru. Rudiyanto menambahkan faktor window dressing juga akan menyokong pertumbuhan kinerja dan AUM.
Sentimen tersebut, Wawan proyeksikan juga mendukung pasar obligasi untuk bertumbuh. Tercatat AUM reksadana pendapatan tetap tumbuh 1,31% mom menjadi Rp 143,22 triliun. Kompak, AUM reksadana terproteksi juga tumbuh 13,8% mom menjadi Rp 97,9 triliun.
Wawan mengatakan terkhusus produk terproteksi, di akhir tahun para perusahaan mulai percaya diri untuk tidak lagi menunda penerbitan obligasi. "Meski jumlah produk menurun, tetapi AUM tetap tumbuh itu artinya jumlah yang terbit saat ini nilainya besar," kata Wawan.
Sementara, kenaikan AUM tertinggi kedua dicatatkan oleh reksadana global. Berdasarkan data OJK AUM reksadana global tumbuh 3,93% mom menjadi Rp 17,96 triliun. Wawan mengatakan investor mulai tertarik menambah investasinya ke reksadana tersebut di tengah penguatan dollar AS akibat sentimen tapering off.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News