Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Nur Qolbi, Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada akhir sesi I, Kamis (14/11), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun lumayan dalam. Meski indeks sempat menguat pada awal perdagangan, namun kekuatan IHSG tak bertahan lama dan berangsur turun lagi.
Data RTI menunjukkan, IHSG sesi I ditutup pada posisi 6.080,19. Itu berarti dalam tempo 3 jam perdagangan, indeks utama di bursa saham Indonesia ini turun sedalam 1,01%.
Penurunan IHSG itu ternyata sejalan dengan penurunan indeks sektoral. Dari 10 indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia, sembilan di antaranya negatif. Mereka adalah:
- sektor barang konsumsi turun 0,20%
- sektor manufaktur turun 0,85% sektor perdagangan turun 0,99%
- sektor keuangan turun 1,10%
- sektor pertambangan turun 1,10%
- sektor pertanian turun 1,31%
- sektor industri dasar turun 1,50%
- sektor aneka industri turun 1,60%
- sektor infrastruktur turun -1,83%.
Adapun satu indeks sektoral yang positif alias naik adalah sektor Konstruksi (0,09%).
Baca Juga: IHSG terjun ke bawah 6.100 pada akhir perdagangan sesi I
Tampak bahwa penurunan terdalam perdagangan ini menimpa indeks sektor Infrastruktur. Adapun kenaikan paling tinggi dialami indeks sektor Konstruksi.
Penurunan indeks hari ini memang sudah diprediksi sebelumnya oleh sejumlah analis. Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani menilai, saat ini IHSG tengah kekurangan sentimen untuk bergerak naik.
"Perundingan dagang AS-China masih menunggu keputusan, sedangkan sentimen lokal, yakni laporan neraca perdagangan Oktober 2019 yang akan dirilis Jumat ini juga membuat investor cenderung wait and see," ucap dia kepada KONTAN, Rabu (13/11).
Baca Juga: IHSG turun, apakah PER dan PBV 20 saham LQ45 ini murah?
Sementara itu, jika mengamati isu global, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi indeks hari ini.
Pertama, deadlock kesepakatan dagang AS dan China.
Negosiasi perdagangan berisiko tinggi antara AS dan China mengalami masalah ketika kedua negara berusaha untuk menyelesaikan perjanjian perdagangan terbatas.
Kayla Tausche dari CNBC melaporkan, dengan mengutip sumber-sumber yang mengetahui detil masalah tersebut, pihak AS berusaha untuk mengamankan konsesi yang lebih kuat dari China untuk mengatur perlindungan kekayaan intelektual dan menghentikan praktik transfer teknologi paksa sebagai imbalan untuk menarik kembali pemberlakuan sejumlah tarif.
Baca Juga: IHSG melemah lagi di awal perdagangan Kamis (14/11)
Sayangnya, perundingan kedua belah pihak mengalami kebuntuan meskipun AS dan China mengatakan mereka pada prinsipnya sudah memiliki perjanjian kurang dari sebulan yang lalu.
The Wall Street Journal, yang pertama kali melaporkan hambatan dalam perundingan dagang, menambahkan China ragu untuk berkomitmen untuk sejumlah produk pertanian tertentu dalam teks kesepakatan potensial. Presiden Donald Trump mengklaim bulan lalu, China telah setuju untuk membeli barang-barang pertanian AS hingga US$ 50 miliar. Ini merupakan bagian dari apa yang disebut kesepakatan perdagangan fase satu.
Kedua, data ekonomi China memburuk
Produksi industri China tumbuh melambat pada bulan Oktober. Produksi industri hanya naik 4,7% secara year on year pada bulan lalu.
Data yang dirilis Biro Statistik Nasional ini jauh lebih rendah ketimbang median prediksi polling Reuters yang meramalkan kenaikan 5,4% secara tahunan.
Baca Juga: Tarif Cukai Naik, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham Gudang Garam (GGRM) premium
Indikator menunjukkan bahwa sektor lain juga melambat secara signifikan dan meleset dari prediksi. Pertumbuhan penjualan ritel mencapai level terendah dalam 16 tahun terakhir.
Penjualan ritel naik 7,2% secara tahunan pada bulan Oktober. Angka ini sama dengan posisi April lalu yang merupakan level terendah dalam 16 tahun terakhir. Pertumbuhan penjualan ritel ini lebih rendah daripada ekspektasi pasar yang sebesar 7,9%.
Pertumbuhan investasi aset tetap pun mengecewakan. Investasi yang menjadi kunci pendorong pertumbuhan ekonomi China ini hanya naik 5,2% pada periode Januari-Oktober. Pertumbuhan ini merupakan level terendah sejak Reuters mencatat data investasi aset tetap China tahun 1996.
Ketiga, situasi Hong Kong masih membara
Aksi unjuk rasa di Hong Kong semakin mencekam. Para pengunjuk rasa anti pemerintah memblokade beberapa universitas di seluruh Hong Kong pada hari Rabu.
Mereka menetapkan panggung untuk melakukan konfrontasi lebih lanjut karena polisi menyatakan kekerasan di Kota yang dikuasai China tersebut mencapai tingkat yang sangat berbahaya dan mematikan.
Baca Juga: Saat IHSG mengkerut, investor asing menadah 3 saham ini
Mengutip Reuters, Kamis (14/11), para pengunjuk rasa - banyak dari mereka adalah pelajar muda - menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada hari Rabu untuk membentengi barikade dan menimbun makanan serta senjata.
Sementara gerombolan pengunjuk rasa lainnya keliling mengganggu transportasi dan bisnis di banyak daerah.
Ketika malam tiba, tidak terlihat bentrokan keras di kampus sepertiĀ yang terlihat pada hari sebelumnya, sebaliknya para pemrotes berjaga di barikade dan pos pemeriksaan di sekitar universitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News