Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menyentuh all time high. Angka itu melewati rekor tertingginya pada 2018 lalu di level 6.693,46.
Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana menilai kembalinya IHSG ke level sebelum pandemi didorong dari optimisme para investor. Sebab, pihaknya melihat secara fundamental belum lebih baik dari sebelumnya.
"Yang dilihat investor proyeksi pertumbuhan karena sebetulnya tahun ini Indonesia meleset pertumbuhan ekonominya karena PPKM. Namun, seiring membaiknya kondisi kesehatan, pelonggaran PPKM, dan proyeksi ekonomi tahun depan di 5%-7% yang membuat IHSG naik," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (12/11).
Faktor kedua, ia bilang, karena menjelang akhir tahun. Menurutnya, mendekati akhir tahun ada window dressing yang mana juga diantisipasi investor sehingga mendorong IHSG naik.
Baca Juga: Wall Street ditutup lebih tinggi didorong kenaikan saham-saham teknologi besar
Untuk nilai wajar sendiri, Wawan berpendapat IHSG kemahalan jika menempatkan LQ45 sebagai proxy. Hanya saja, jika menggunakan proyeksi pendapatan emiten tahun depan ia menilai IHSG saat ini terbilang relatif wajar, bahkan cenderung memiliki ruang untuk naik kembali.
Ia menjelaskan, jika mengacu pada LQ45 sebetulnya IHSG saat ini kemahalan sebab banyak pendapatan emiten yang tidak sesuai target awalnya. Menurutnya, IHSG di level 6.700 sudah mahal karena wajarnya 14 kali - 15 kali. Nah, jika mengacu pada PER tersebut maka IHSG seharusnya berada di level 6.000 - 6.200.
Sementara, saat ini PER LQ45 sudah 18 kali - 20 kali jika mengacu pada pendapatan September 2021. "Secara historis mahal, kalau sekarang ini memang PER optimis dengan ekspektasi pendapatan emiten bisa naik, jadi walau harganya naik investor masih optimis untuk membeli," imbuhnya.
Walau begitu, Wawan mengakui bahwa dengan kondisi saat ini rentan terkoreksi. Ia menjelaskan, sebab secara historis apabila IHSG menyentuh all time high maka sejak menyentuh level tertingginya, jika mengalami penurunan bisa sampai 20%.
Baca Juga: IHSG menguat 1,05% dalam sepekan, ini sentimen penggeraknya
Untuk jangka pendek, ia bilang koreksi karena aksi profit taking. Selanjutnya, untuk tahun depan apabila ada katalis negatif apapun seperti suku bunga yang tiba-tiba naik, atau terjadinya gelombang Covid-19 selanjutnya IHSG bisa turun sampai ke level 5.500.
"Jadi, kalau IHSG turun 20% sampai 5.500 itu wajar sehingga investor saham harus siap bahwa investasi saham itu berisiko dan orientasi jangka panjang," jelasnya.
Hal itu juga terlihat dari penutupan perdagangan, Jumat (12/11) IHSG ditutup melemah 40,28 poin atau 0,60% ke level 6.651,05.
Untuk jangka panjang sendiri, Wawan menilai tidak akan ada masalah. Sebab bicara 20-30 tahun ke belakang, IHSG turun sedalam apapun selalu bisa kembali, bahkan melebihi titik tertingginya.
Seiring dengan IHSG yang mencapai all time high, Wawan melihat beberapa saham juga telah berhasil mencapai all time high. Salah satunya BBCA. Di samping itu, saat ini tetap ada saham-saham yang ketinggalan terutama sektor konstruksi dan properti karena secara proyeksi perbaikan tidak setinggi sektor keuangan atau telekomunikasi atau fmcg sehingga investor masih menunggu katalis positif sektor tersebut.
Menilik pada konstituen LQ45, dia mencontohkan saham-saham yang masih bervaluasi murah seperti UNVR dan HMSP yang sudah terkoreksi cukup dalam dibandingkan tahun lalu karena penjualan sedang mengalami penurunan. Walau begitu, lanjutnya, investor masih tetap bisa masuk ke saham valuasi murah, tetapi saham murah tidak bisa menjanjikan dalam sekejap akan naik.
"Jadi mereka bisa naik kalau ada perbaikan sisi kinerja, sehingga bisa tahun berikutnya, bisa 2 atau 3 tahun lagi karena memang harus long term atau di atas 3 tahun," sebutnya.
Baca Juga: IHSG turun 0,60% ke 6,651 di perdagangan Jumat (12/11), net buy asing Rp 53,35 miliar
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai dengan IHSG mencapai all time high saham-saham energi, komoditas, perbankan masih coba mendominasi, khususnya akhir tahun.
Nah, seiring terkoreksinya IHSG hari ini disebutnya juga terdapat anomali. Sebab saat regional memerah karena ketakutan inflasi US menyentuh 6,4% dalam waktu 30 tahun terakhir, hanya Indonesia yang survive.
"Sebaliknya, ketika regional yang lain survive, tetapi hari ini IHSG memerah," sebutnya.
Walau begitu, dengan IHSG sempat mencapai all time high diharapkan bisa menjadi fundamental untuk menutup indeks di akhir tahun dengan baik. Menurutnya, beberapa saham yang dapat diperhatikan hingga tutup tahun seperti EMTK, BUKA, MTDL, BMRI, BBNI, BBCA, BBRI, PTBA, ITMG, dan ADRO.
"Namun, untuk komoditas tetap harus bijak sebab komoditas mulai turun," tutupnya.
Selanjutnya: Perkasa, rupiah spot menguat ke Rp 14.244 per dolar AS pada tengah hari ini (12/11)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News