Reporter: Yuliana Hema | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup koreksi 0,01% ke level 6.894,72 pada Senin (20/2). Sepanjang tahun berjalan ini IHSG hanya menguat 0,64%.
Sepanjang dua bulan pertama di 2023 ini, jalan IHSG menuju level 7.000 tampaknya masih berat. Para analis menilai laju indeks komposit ini masih tertahan oleh kebijakan Federal Reserve (The Fed).
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menuturkan pergerakan IHSG masih dibayangi oleh kebijakan suku bunga dari The Fed pada Federal Open Market Committee (FOMC) mendatang.
Selain itu IHSG juga masih dibayangi oleh pelemahan harga komoditas energi terutama energi. Hal ini menyebabkan saham-saham batubara melandai.
"Tetapi di awal tahun ini saham-saham produsen batubara melemah dan cenderung bergerak sideways hingga saat ini," jelas Valdy kepada Kontan, Senin (20/2).
Baca Juga: IHSG Diprediksi Masih Rawan Koreksi, Selasa (21/2)
Senada, Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati menilai minim sentimen dari domestik sehingga pergerakan IHSG masih akan dipengaruhi oleh penantian risalah FOMC.
Dia memperkirakan pelemahan IHSG ini hanya bersifat jangka pendek. Sebab data dalam negeri dari inflasi hingga cadangan devisa menunjukkan angka yang solid.
Pergerakan IHSG akan ditopang rilis laporan keuangan emiten jumbo seperti batubara yang mencatatkan pertumbuhan double digit. Ditambah dengan adanya rencana pembagian dividen.
"Adanya rencana pembagian dividen dari emiten juga menjadi penggerak indeks nanti," ucap Ike.
Manfaatkan Momen
Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin memprediksi memasuki kuartal dua maupun semester dua, volatilitas pasar akan berkurang dan IHSG akan naik tajam. Pertimbangannya, kebijakan The Fed soal suku bunga akan lebih melandai.
"Pasar masih menunggu apa yang akan dilakukan The Fed. Indeks di bawah 7.000 waktu untuk beli, terutama dengan horison waktu yang panjang," jelas dia.
Sementara dari Ike, investor bisa mencermati sektor perbankan dengan kinerja yang ciamik. Diharapkan sektor ini memberikan dividen yield yang menarik.
Menurutnya jika dividen yield yang ditawarkan menarik tentu saja ini menjadi sentimen positif untuk harga saham seperti BBNI, BBRI, BMRI dan BBCA. Saham bank syariah seperti BRIS dan BPTS juga bisa dilirik.
"Selain itu, ada sektor perkebunan seperti SSMS, LSIP, SMAR dan AALI. Secara jangka pendek kenaikan harga CPO dapat mempengaruhi saham yang berhubungan dengan CPO," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News