Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penutupan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah anjlok 12,72% sejak awal tahun, atau year to date (ytd). Penurunan ini IHSG ini dinilai sebagai peluang untuk berinvestasi, untuk menahan IHSG longsor lebih dalam.
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya mendorong dana pensiun diinvestasikan ke pasar saham.
Baca Juga: Penjelasan pemerintah terkait satu orang terduga terinfeksi virus corona di Bandung
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi bilang, pihaknya sejauh ini belum mendapatkan informasi itu secara langsung.
Akan tetapi, menurut Bambang langkah tersebut memungkinkan terjadi mengingat IHSG yang terus tertekan.
Jika dana pensiun didorong masuk ke pasar investasi, maka hanya dana pensiun dengan jumlah yang besar yang bisa direalisasikan. Misalnya, dana pensiun perusahaan plat merah seperti Telkom, BRI, Mandiri, dan Pertamina.
Asal tahu saja, berdasar keterangan Bambang, sejauh ini dana pensiun yang diinvestasikan ke saham tergolong kecil, sekitar 12% hingga 15% dari total dana pensiun.
Baca Juga: Hadapi wabah virus corona, ini saran Sandiaga ke pemerintah
Saham dinilai memiliki risiko yang tinggi sehingga alokasi dana pensiun ke instrumen tersebut tidak besar. Adapun dana-dana pensiun banyak diinvestasikan ke saham-saham jumbo seperti LQ45 maupun Kompas 100.
"Saham-saham dengan fundamental yang baik," katanya ketika dihubungi Kontan, Kamis (5/3).
Baca Juga: Bank Indonesia: Wabah virus corona berpotensi mengganggu prospek ekspor Indonesia
Selain itu ke instrumen saham, dana pensiun mayoritas diinvestasikan ke instrumen dengan fix income, seperti obligasi dan SBN.
Jika dana pensiun benar didorong untuk diinvestasikan ke pasar saham, Bambang menekankan bahwa pemilihan instrumen investasi dana pensiun harus dilakukan secara independen.
Tidak serta merta perintah dana diinvestasikan ke saham bisa dituruti, sebab investasi perlu dihitung agar tetap menghasilkan tetapi tidak berisiko tinggi.
Baca Juga: Bank Indonesia mencatat, posisi cadev akhir Februari 2020 sebesar US$ 130,4 miliar
"Karena risiko atau tanggung jawab itu tetap ada di pengurus," kata Bambang ketika dihubungi Kontan.co.id.
Selain itu, perlu juga diperhatikan tanggal jatuh tempo dana pensiuannya, sehingga investasi perlu dianalisis secara jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News