Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek pasar modal Indonesia dinilai positif di era Prabowo-Gibran. Meski begitu, terdapat sejumlah catatan yang perlu diperhatikan oleh pemerintahan baru ini.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana berpandangan bahwa iklim investasi di Indonesia seharusnya tetap positif pada pemerintahan yang baru ini. Sebab, saat ini program-program era Prabowo-Gibran dinilai sangat positif.
Di sisi lain, dia menilai beberapa hal yang harus diperhatikan dari kepastian hukum, salah satunya mengenai korupsi yang ingin dihilangkan Prabowo. Dalam diskusinya dengan sejumlah investor asing, mereka disebut juga memperhatikan hal tersebut dan juga mengenai adanya perubahan hukum yang tiba-tiba.
"Misalnya kenaikan pajak, sehingga mereka sulit untuk masuk ke pasar modal Indonesia," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (27/10).
Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Menguat Seiring Rilis Data Ekonomi Dalam dan Luar Negeri
Menurut Fikri, jika kepastian hukum jelas maka bisa memberikan dorongan investasi yang lebih besar, baik dari sektor riil maupun portofolio. Hal tersebut juga dapat mendukung target pertumbuhan ekonomi dari pemerintahan baru ini yang mematok di 8%.
Walaupun memang, target pertumbuhan ekonomi tersebut masih akan sulit dicapai dalam 1-2 tahun ke depan. "Namun untuk 3-5 tahun ke depan mungkin tercapai, hanya saja PR-nya adalah apakah dorongan di sektor fundamentalnya memang sekuat itu," katanya.
Dorongan sektor fundamental yang dimaksud, mengenai pengeluaran pemerintah apakah kuat untuk dorong pertumbuhan ekonomi. Lalu, apakah multiplier effect-nya juga berdampak ke permintaan masyarakat, sektor investasi, ataupun mungkin ke sektor perdagangan Indonesia.
Apalagi, lanjut Fikri, pasar modal sangat berkaitan dengan sektor riil. Sehingga, jika sektor riil tidak mendorong pertumbuhan kinerja emiten maka sulit untuk investor masuk ke pasar modal.
Baca Juga: Proyeksi IHSG & Rekomendasi Saham Pilihan Menyambut Musim Rilis Laporan Keuangan
Fikri mencermati, fokus pemerintahan baru ini juga berada pada hilirisasi. Menurutnya, jika program itu berhasil maka akan ada emiten baru yang masuk ke pasar modal maupun ke pasar surat utang.
"Itu saya pikir akan dorong kapitalisasi lebih besar dan dorongan jasa keuangan ke pertumbuhan ekonomi yang lebih baik ke depan," kata Fikri.
Dengan pandangan positif, Fikri memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa tembus di 8.500. Adapun untuk tahun ini, ia memperkirakan IHSG akan ditutup mendekati 8.000, dengan catatan situasinya sangat positif pada November dan Desember nanti.
"Lalu di tahun 2025 untuk mengejar pertumbuhan 7% saya pikir mudah, apalagi ada pivot suku bunga, dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga dari the Fed dan Bank Indonesia," terangnya.
Nah, dengan penurunan suku bunga maka akan berdampak pada pertumbuhan kinerja emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, kemungkinan biaya dana juga akan lebih kecil.
Baca Juga: IHSG Turun 0,84% Sepekan, Ada Saham yang Justru Menguat 100%
Untuk target optimistis dalam lima tahun ke depan, Fikri berpendapat IHSG akan tembus 10.000. Namun balik lagi, pandangan ini dengan catatan pertumbuhan ekonomi bisa didorong lebih kuat lagi karena merefleksikan pendapatan emiten secara keseluruhan di pasar modal.
"Masalahnya, emiten di BEI baru sekitar 900 sehingga belum merefleksikan kondisi ekonomi Indonesia, apalagi di IHSG paling banyak perbankan. Sedangkan kalau berdasarkan sektor, sektor terbesar di Indonesia itu perdagangan sehingga masih banyak sektor-sektor yang belum masuk ke pasar modal," paparnya.
Sementara untuk pandangan konservatif, Fikri memproyeksikan IHSG akan berada di 8.500-9.000 dalam lima tahun ke depan.
Dari sejumlah kebijakan pemerintahan yang baru pada bidang ekonomi, Fikri berpandangan sektor hilirisasi komoditas menjadi menarik. Di samping itu, sektor pertanian/perkebunan dinilai positif seiring dorongan Prabowo pada swasembada pangan.
"Selain itu, kemungkinan sektor infrastruktur, baik konstruksi, telekomunikasi, dan distribusi," tutup Fikri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News