Reporter: Kenia Intan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak cenderung melemah menjelang akhir bulan Januari 2021. Pada penutupan perdagangan, Jumat (29/1), IHSG berada di level 5.862,35. Dengan kata lain, IHSG sudah terkikis 1,95% sejak awal tahun.
Chief Executive Officer (CEO) Sucor Sekuritas Bernadus Wijaya mengungkapkan, sentimen yang memberatkan IHSG sejauh ini adalah pertumbuhan kasus Covid-19 yang luar biasa di Indonesia, sehingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa Bali yang diperpanjang menjadi total satu bulan.
Hal ini, lanjutnya, mendorong masyarakat membatasi kegiatan di luar rumah untuk mencegah penularan virus. Akibatnya, kegiatan ekonomi menjadi tertekan dan investor pun cenderung melakukan aksi profit taking terlebih dahulu.
Baca Juga: Sudah tertekan 1,95%, simak pergerakan IHSG pada Februari
"Apalagi Joe Biden dalam kampanyenya memfokuskan ke penanganan Covid-19 dahulu daripada ekonomi. Sehingga ada ketakutan potensi lockdown di beberapa negara bagian di Amerika Serikat," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (31/1).
Untuk bulan Februari, lanjut Bernadus, diperkirakan IHSG bergerak cenderung melemah terlebih dahulu di awal bulan. Hal ini dikarenakan minimnya sentimen positif, di sisi lain investor masih menunggu kebijakan pemerintah terkait PPKM selanjutnya. Support kuat IHSG dapat menyentuh di kisaran level 5.500 hingga 5.600. Adapun level 5.800 berpotensi untuk ditembus.
Lain cerita, jika kasus Covid-19 menurun dan kebijakan PPKM Jawa Bali dapat berakhir, maka investor akan optimistis lagi dan melakukan kembali aksi beli.
"Selain itu, hasil GDP kuartal IV dan juga realisasi kinerja emiten di 2020 juga menjadi kunci pergerakan IHSG di bulan Februari. Jika hasilnya lebih baik dari konsensus, ada potensi IHSG bisa kembali ke area 6.150-an di akhir bulan Februari," imbuh Bernadus.
Baca Juga: Didukung SWF, begini rekomendasi saham konstruksi
Lebih lanjut ia mengungkapkan, laporan keuangan emiten sepanjang tahun 2020 diperkirakan akan tertekan dan mencatat pertumbuhan negatif daripada kinerja tahun 2019. Akan tetapi, dibandingkan kinerja kuartal III 2020, performa emiten di kuartal IV tentu lebih baik.
Sebabnya, di kuartal IV tidak diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat seperti yang terjadi di kuartal II dan kuartal III.
"Selain itu, intervensi penurunan suku bunga hingga 3.75% mengakibatkan masyarakat cenderung mengurangi simpanannya di bank dan meningkatkan konsumsi atau memindahkan ke aset atau usaha yang lebih produktif. Sehingga nilai kredit pun meningkat," ungkapnya.