Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak cenderung melemah sejak awal tahun 2021. Mengutip catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG melorot 1,95% year to date (ytd) ke level 5.862,35 per penutupan perdagangan, Jumat (29/1).
Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar mengamati, pergerakan IHSG sebenarnya sempat menguat di awal perdagangan Januari ini. Hingga akhirnya, beragam sentimen negatif menerpa dan menekan IHSG beberapa waktu terakhir.
Mengutip catatan RTI Business, IHSG mengalami penurunan secara berturut-turut sejak perdagangan hari Kamis (21/1). Asal tahu saja, pada penutupan perdagangan Rabu (20/1), IHSG ditutup di level 6.429,76. Sejak itu, IHSG sudah turun 8,82% hingga Jumat (29/1).
Lebih lanjut Anggaraksa mengungkapkan, beberapa sentimen yang memperberat pergerakan IHSG adalah kasus dana pensiun serta kabar manajer investasi yang hengkang dari Indonesia. Sementara itu, kasus Covid-19 terus meningkat hingga menembus angka satu juta.
Ini menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar bahwa pemulihan ekonomi akan berjalan lambat. Di sisi lain, aksi ambil untung atau profit taking turut membebani pergerakan IHSG.
Baca Juga: Waktunya akumulasi saat IHSG menyentuh 5.800
"Overall profit taking juga, naiknya sudah kencang," ungkap Anggaraksa ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (29/1). Anggaraksa mengamati, di bulan Oktober hingga Desember 2020, IHSG mengalami rally hingga hampir 20%. Di awal bulan, pergerakan IHSG juga cenderung menguat tertopang optimisme pelaku pasar yang begitu besar.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, IHSG masih memiliki peluang rebound selama bergerak di atas level 5.800. Akan tetapi, untuk bulan Februari, Anggaraksa cenderung memperkirakan IHSG bergerak bearish atau sideways.
Menurutnya, IHSG minggu depan memang dapat sedikit rebound, akan tetapi secara keseluruhan masih berat untuk menguat lagi. Di bulan Februari ia memperkirakan bahwa IHSG akan bergerak di kisaran level 5.800 hingga 6.100.
Belum adanya data-data ekonomi yang cukup kuat menjadi salah satu sentimen yang menekan IHSG. Sementara, kabar Soverign Wealth Fund (SWF) dinilai bukan hal yang baru bagi pelaku pasar. Anggaraksa pun cenderung menunggu keputusan stimulus jumbo Amerika Serikat (AS) yang mencapai US$ 1,9 triliun.
Di sisi lain, pelaku pasar juga menanti hasil laporan keuangan para emiten sepanjang tahun 2020 sehingga pelaku pasar cenderung wait and see.
Apalagi, untuk laporan keuangan yang sudah muncul saat ini, yakni emiten perbankan plat merah atau BUMN, tercatat turun cukup dalam. Padahal kinerja emiten perbankan merupakan cerminan dari kondisi ekonomi dari suatu periode.
Melihat kondisi ini, Angaraksa memperkirakan, saham-saham barang konsumen akan menjadi penopang pergerakan IHSG di bulan Februari. Mengingat sektor ini paling defensif di banding yang lain. Sehingga pelaku pasar berpotensi beralih ke saham-saham barang konsumen seperti UNVR, ICBP dan induknya INDF, KLBF, dan SIDO.
Selanjutnya: Kapitalisasi IHSG turun Rp 519,64 triliun, volume transaksi berkurang 22% pekan lalu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News