kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Holding BUMN keuangan lebih rumit


Rabu, 22 November 2017 / 08:00 WIB
Holding BUMN keuangan lebih rumit


Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menggeber pembentukan holding BUMN. Setelah rencana membentuk holding BUMN pertambangan berjalan, kini giliran perusahaan pelat merah di sektor keuangan yang bakal digabung ke sebuah holding. Rencananya, dua perusahaan sekuritas dan empat bank milik negara akan disatukan ke dalam holding khusus bidang finansial.

Empat emiten bank BUMN, yakni Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Tabungan Negara (BBTN) akan bergabung ke satu holding. Rencana penggabungan ini dijadwalkan rampung pada kuartal II-2018.

Detail rencana penggabungan ini memang masih digodok. Tapi pemerintah sudah mengumumkan bank BUMN akan dibagi ke beberapa klaster sesuai spesialisasi bisnisnya. Dengan begitu, setiap bank memiliki bisnis unggulan dan tak bersaing dengan sesama bank BUMN.

BBRI, misalnya, akan khusus melayani kredit mikro. Sedangkan BBTN fokus mengelola kredit perumahan. Adapun BBNI dan BMRI masing-masing akan bermain di bisnis konsumer dan korporasi.

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, sistem klaster ini bisa menjadi sentimen positif maupun negatif bagi emiten bank pelat merah. "Kalau kluster ini diberlakukan, dampaknya akan signifikan ke pemegang saham publik. Dengan kluster ini, bisnis bank ada yang dipersempit namun ada juga yang diperbesar," kata dia kepada KONTAN, Selasa (21/11).

Ia mengambil contoh BBTN. Segmentasi bisnis KPR kepada BBTN bisa menjadi sentimen positif. Sebab bank ini bisa makin memperluas pembiayaan KPR. Namun hal ini bisa jadi ancaman bagi bank BUMN lain yang juga memiliki bisnis KPR.

Masih belum jelas apakah bank BUMN lain yang saat ini juga menawarkan KPR harus menghapus layanan ini atau tidak. "Hal ini membuat holding keuangan lebih rumit daripada pembentukan holding BUMN pertambangan," ungkap Alfred, kemarin.

Lebih fleksibel

Sementara analis First Asia Capital David Sutyanto menilai, pembentukan holding membuat BUMN lebih feksibel dalam mengambil keputusan bisnis dan ekspansi. "Mereka hanya perlu persetujuan holding sebagai induk usahanya, tak perlu lagi meminta izin Dewan Perwakilan Rakyat," ujar dia.

Namun jika keempat bank ini tak lagi berstatus perseroan, hal ini bisa juga menjadi sentimen negatif. Pasalnya, nilai perusahaan menjadi berkurang, sehingga investor tak lagi tertarik pada saham tersebut.

Di sisi lain, David juga melihat segmentasi bisnis sesuai spesialisasi hanya bisa menguntungkan BBRI dan BBTN. Ini lantaran keduanya cukup kuat di bisnis kredit mikro dan KPR. "Sementara saya melihat BBNI dan BMRI masih ambigu, karena keduanya cukup kuat di sektor komersial dan korporasi," papar David.

Dia melihat saat ini prospek keempat bank masih bagus sekalipun sentimen holding bisa mempengaruhi sahamnya. David merekomendasikan buy saham BBNI dengan target harga Rp 8.300 per saham, BBRI dengan target Rp 3.500, BMRI dengan target Rp 7.600 per saham dan BBTN dengan target di Rp 3.300 per saham.

Soal kemungkinan status keempat bank berubah dari BUMN menjadi anak usaha BUMN, maka harga sahamnya bisa langsung jeblok, lantaran investor akan buru-buru menjual saham ini. Untuk menghindari hal tersebut, Alfred mengimbau pemerintah terlebih dahulu mematangkan rencana pembentukan holding ini sebelum mengumumkan keputusannya ke publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×