Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) meminta Pemerintah Indonesia melonggarkan kebijakan larangan ekspor komoditas logam, seperti bijih nikel. Namun, analis menilai, hilirisasi nikel akan lebih menguntungkan bagi emiten ketimbang mengekspor barang mentah.
Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan mencontohkan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Felix menilai, ANTM lebih menguntungkan dengan menjual feronikel yang merupakan produk turunan dari bijih nikel. Sebab, harga dan marjin dari feronikel lebih tinggi daripada hanya menjual bijih nikel.
“Selain itu memang ANTM sedang berencana mengoperasikan smelter feronikel di Halmahera Timur dan saya melihat itu sebagai komitmen ANTM untuk melanjutkan hilirisasi nikel,” kata Felix, Kamis (6/7).
Baca Juga: Penerimaan Negara Jangka Menegah Akan Lebih Besar Berkat Hirilisasi Tambang
Di satu sisi, jika keran ekspor bijih nikel dibuka kembali, Felix khawatir, hal ini dapat berdampak pada menurunnya harga nikel, karena Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia. Terlebih, saat ini China sebagai konsumen nikel terbesar di dunia relatif stagnan pertumbuhan ekonominya, khususnya dari aktivitas konstruksi dan propertinya.
Direktur PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) Andi Jaya menilai, walaupun harga bijih nikel Indonesia bisa lebih tinggi jika dijual ke luar negeri, sebaiknya tetap dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sehingga diharapkan, pemerintah perlu berpikir dengan bijaksana ke depan dalam membuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan penjualan bijih nikel ke luar negeri.
Saat ini, DKFT mengandalkan penjualan bijih nikel untuk menunjang industri smelter dalam negeri, dan tetap menjaga agar cadangan yang dimiliki dapat mencukupi kebutuhan sendiri sesuai dengan rencana pembangunan lanjutan smelter pengolahan dan pemurnian bijih nikel DKFT.
Adapun saat ini DKFT sedang mengkaji opsi pengembangan fasilitas pemurnian/smelter hidrometalurgi untuk mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonit.
Melihat kondisi saat ini, Andi menilai sudah banyak sekali smelter nikel yang berdiri di Indonesia, di samping yang sedang dalam tahap konstruksi. Dus, daya serap bijih nikel di dalam negeri untuk saat ini sudah cukup memadai.
“Ke depannya, seiring dengan pertumbuhan hilirisasi yang akan semakin baik, maka kebutuhan bijih nikel baik kadar tinggi maupun kadar rendah juga akan terus meningkat,” kata Andi kepada Kontan.co.id, Kamis (6/7).
DKFT menargetkan volume penjualan bijih nikel sebanyak 1,3 juta ton pada tahun ini, naik 43,88% dibandingkan realisasi penjualan tahun 2022. Sebagai pembanding, DKFT membukukan volume penjualan 903.518 ton bijih nikel di sepanjang 2022
Sementara itu, ANTM menargetkan volume produksi dan penjualan feronikel di tahun 2023 masing-masing sebesar 27.201 ton nikel dalam feronikel (TNi). Jumlah ini tumbuh 12% dari capaian produksi unaudited feronikel tahun 2022 sebesar 24.334 TNi dan capaian penjualan unaudited tahun 2022 sebesar 24.210 TNi.
Felix merekomendasikan beli saham ANTM dengan target harga Rp 2.800. Selain ANTM, Felix juga merekomendasikan beli saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 5.500.
Baca Juga: Ini Kata Analis Soal Desakan IMF Agar Keran Ekspor Bijih Nikel Indonesia Dibuka
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News