Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan timah banyak datang dari industri telepon pintar. Kenaikan permintaan timah untuk industri tersebut membuat harga timah berhasil menguat di tengah kondisi global yang rentan memberi sentimen negatif karena terjadinya perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China.
Mengutip Bloomberg, Rabu (22/8) harga timah untuk kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) ditutup menguat 1,71% ke level US$ 19.370 per metrik ton. Dalam sepekan harga timah bahkan menguat 5,24%.
Analis Asia Trade Point Futures Andri Hardianto mengatakan harga timah bisa menguat karena didukung adanya rencana perundingan AS dan China soal perang dagang. Pelaku pasar menganggap perang dagang akan mereda.
Selain itu, harga timah bisa naik karena berdasarkan catatan Andri, permintaan timah untuk industri telepon genggam secara global sempat naik tipis 1,4% di semester I 2018. "Dari catatan saya ada kenaikan tipis demand dari sektor telepon genggam, di kuartal I sempat turun 2% lalu di kuartal II ada kenaikan jadi total hanya naik 1,4%," kata Andri, Kamis (23/8).
Menurut Andri meski hanya naik tipis, permintaan tersebut bisa menjadi angin segar ditengah komoditas yang tertekan perang dagang AS dengan China.
Andri memproyeksikan potensi harga timah untuk menguat masih terbuka lebar seiring meredanya tensi perang dagang AS dengan China dengan melakukan berbagai perundingan.
Harga timah masih bisa melambung juga didukung suplai timah global berkurang karena produksi timah Myanmar yang masih terbatas. "Saya lihat kalau kondisi Myanmar belum pulih dan hanya mengandalkan pasokan dari Indonesia maka harga timah berpotensi naik," kata Andri.
Namun, kembali pelaku pasar harus melihat bagaimana permintaan industri telepon genggam pada timah. Di awal tahun proyeksinya permintaan timah dari industri ini baru akan positif di 2019 seiring perkembangan jaringan 5G.
"Potensi harga timah adam tetapi kondisi perang dagang masih terus menghandui, jika naik saat ini belum masuk dalam kategori bullish," kata Andri. Oleh karena itu, ia memperoyeksikan, harga timah di akhir pekan akan terkoreksi direntang US$ 19.000 per metrik ton hingga US$ 19.100 per metrik ton. Dalam sepekan, Andri memperkirakan harga timah berada direntang US$ 18.950 per metrik ton hingga US$ 18.900.
Secara teknikal, Andri menganalisis, MA 50 sell, MA 100 sell, MA 200 sell, RSI 14 sell di level value 41.8, Stochastic overbought di level value 92, dan MACD sell di level value -229.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News