Reporter: Andri Indradie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Turunnya harga komoditas, seperti nikel dan timah, saat ini membuat PT Timah Tbk (TINS) mawas diri. Rencananya, Timah akan menurunkan target penjualannya hingga akhir tahun ini.
Abrun Abubakar, Sekretaris Perusahaan TINS mengatakan, hingga akhir emiten berkode saham TINS ini hanya mengejar target penjualan yang terikat kontrak, yaitu sebesar 42.000 metrik ton. "Ini karena harga timah yang terus merosot. Harganya di bawah US$ 14 ribu per ton. Selain itu, suplai tambang darat juga sulit karena produksinya jauh di bawah normal," jelasnya kepada KONTAN.
Dengan adanya revisi itu, TINS pun harus menunda beberapa rencana investasi dan ekspansinya untuk tahun depan. "Tapi untuk proyek yang sedang berjalan, tetap akan diselesaikan secepatnya," kata Abrun.
Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman berharap, pemerintah segera merespons hal ini. Dia memprediksi, permintaan dari negara-negara industri seperti Jepang, Taiwan, Korea dan China akan menurun tajam terkait krisis global.
Untuk itu, kata Norico, pemerintah sebaiknya membatasi ekspor timah yang tadinya 90.000 metrik ton menjadi sekitar 60.000 metrik ton. "Hal ini untuk memperkuat harga timah kembali ke level US$ 20 ribu per ton," katanya.
Norico menambahkan, selain dukungan pemerintah, TINS sebaiknya perlu melakukan diversifikasi usaha untuk menopang kinerja perusahaan. "TINS mungkin bisa mencoba masuk ke tambang batu bara dan mempertimbangkan untuk eksplorasi ke pertambangan mikro," kata Norico. "Dengan diversifikasi, TINS bisa memperkuat pendapatan dan laba bersihnya ke depan," imbuhnya.
Sekadar catatan, hingga triwulan III tahun ini, TINS telah membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 1,491 triliun. Jumlah ini naik 18% bila dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp 1,264 triliun.
Menurut Abrun, kenaikan ini didorong oleh tingginya harga rata-rata komoditas timah yang diterima perseroan. Catatan saja, harga rata-rata logam timah di LME (London Metal Exchange) meningkat dari US$ 16.055 per ton pada awal tahun menjadi US$ 17.175 per ton pada bulan September 2008. "Pada periode yang sama tahun lalu, harga rata-rata timah di LME mencapai US$ 13.933 per ton," kata Abrun.
Harga rata-rata timah yang diterima perseroan hingga triwulan III-2008 sebesar US$ 20.186 per ton, naik 44% dibanding periode yang sama tahun lalu US$ 13.974 per ton. Sedangkan volume penjualan timah perseroan sebanyak 34.045 metrik ton, 28% lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 47.270 metrik ton.
Meskipun volume produksi TINS menurun, namun kenaikan harga rata-rata timah yang diterima perseroan mendorong perolehan pendapatan konsolidasi perseroan. Pendapatan TINS hingga triwulan III ini mencapai Rp 6,894 triliun atau naik 5% bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 6,583 triliun. Pendapatan itu berasal dari logam timah sebesar Rp 6,355 triliun, batubara sejumlah Rp 519,9 miliar, jasa eksplorasi mencapai Rp 11,3 miliar, dan dari jasa galangan kapal sebesar Rp 8,2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News