Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah analis menilai PT Timah Tbk (TINS) masih memiliki prospek yang cerah seiring dengan cerahnya prospek harga timah dunia saat ini. Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah menilai, meskipun kinerja yang masih tertekan pada kuartal ketiga 2020, TINS berhasil melakukan efisiensi biaya pada kuartal ketiga kemarin.
“Berbicara prospek, maka TINS sendiri memiliki prospek yang cukup bagus tahun ini selama harga timah stabil didukung beberapa katalis,” terang Maryoki kepada Kontan.co.id, Kamis (14/1).
Adapun sejumlah katalis yang dimaksud antara lain ekonomi China yang mulai pulih, mulai pulihnya aktivitas manufaktur elektronik, hingga booming-nya tren kendaraan listrik. Selain itu, TINS juga akan melanjutkan strateginya untuk efisiensi biaya.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar di dunia memiliki rencana untuk mengetatkan ekspor timah konsentrat. Maryoki mengatakan, wacana ini tentu akan mempengaruhi suplai timah dunia dan akan berdampak ke kinerja TINS.
Baca Juga: Ini yang dilakukan Kementerian ESDM untuk cegah penambangan dan ekspor timah ilegal
Dalam risetnya yang bertajuk Market Outlook 2021, Jumat (8/1), analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri memperkirakan harga timah akan solid di semester pertama 2021. Hal ini sejalan dengan pemulihan kegiatan ekonomi, optimisme akan ketersediaan vaksin Covid-19, dan dukungan ekonomi dari pemerintah.
Dari sisi penawaran, terjadinya musim penghujan antara November hingga Maret di negara-negara penghasil utama timah, seperti Indonesia, diperkirakan akan mengganggu pasokan pada kuartal pertama 2020. Oleh karena itu, BRI Danareksa Sekuritas mengasumsikan harga timah rata-rata akan berada di level US$ 19.000 per ton untuk tahun ini dan US$ 20.000 per ton untuk tahun 2022.
Baca Juga: Harga komoditas energi hingga logam atraktif pekan ini, simak rekomendasi sahamnya
Di sisi lain, dengan adanya pemulihan ekonomi China pada tahun 2020, dan pemulihan penuh yang diharapkan terjadi pada tahun 2021, BRI Danareksa memperkirakan adanya normalisasi kebijakan ekonomi dan pelonggaran kebijakan era pandemi yang akan mengarah pada pengurangan paket stimulus. Karenanya, hal ini diyakini akan mengurangi permintaan komoditas tambang logam global pada semester kedua tahun ini.
Untuk prospek TINS, Stefanus mengharapkan adanya peningkatan pendapatan untuk tahun 2021. Proyeksi ini terutama karena adanya ekspektasi harga timah yang solid, penurunan utang yang berkelanjutan untuk memperkuat posisi neraca, serta inisiatif efisiensi biaya.
Selain itu, pengembangan proyek Ausmelt - yang diharapkan akan mulai beroperasi pada awal 2022 - dan proyek logam tanah jarang (rare earth project) seharusnya bisa mendukung pendapatan jangka menengah hingga jangka panjang emiten pelat merah ini.
Baca Juga: Tata kelola niaga timah perlu pembenahan, tambang dan ekspor ilegal masih marak
Mengingat volume penjualan logam timah pada sembilan bulan pertama 2002 telah mencapai 45.548 ton, BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan volume penjualan timah mencapai 55.000 ton pada tahun 2020. Sementara manajemen PT Timah masih menyusun rencana kerja dan anggaran untuk target produksi 2021, BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan penjualan timah yang flat, sekitar 55.000 ton pada tahun ini.
BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi hold dengan target harga Rp 1.600 per saham. Kemarin, harga saham TINS menguat 17,40% ke Rp 2.260 per saham.
Baca Juga: Pengaturan baru logam tanah jarang (LTJ) menjadi angin segar bagi PT Timah Tbk (TINS)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News