Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Harga timah menguat tipis, dipicu kondisi pasar yang masih menunggu hasil pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, mengenai keberlangsungan stimulus moneter atau quantitative easing (QE).
Harga timah di London Metal Exchange (LME), untuk pengiriman tiga bulan menguat tipis 0,02% menjadi US$ 20.400 per metrik ton, Senin (17/6), dibandingkan akhir pekan lalu.
Para pelaku pasar berharap, The Fed akan melanjutkan program stimulus moneter, yang dapat mendorong kenaikan harga komoditas. Harga komoditas bisa turun jika The Fed menghentikan QE.
Sebenarnya, harga beberapa komoditas seperti tembaga, nikel, dan aluminium mulai terkoreksi. Ibrahim, analis senior Harvest International Futures mengatakan, harga timah masih menguat karena pukulan terhadap komoditas tak begitu besar dialami timah dibandingkan dengan logam lainnya. "Harga timah masih relatif stabil karena bukan komoditas logam yang utama dibandingkan harga lainnya," ujarnya, kemarin.
Namun, menurutnya, penguatan harga timah tak akan berlangsung lama. Hal ini karena pasar masih menunggu keputusan The Fed, Rabu (19/6). Jika The Fed melanjutkan QE, maka para investor masih akan mengerek harga komoditas.
Sebaliknya, kalau stimulus moneter dipangkas, nilai tukar dollar AS akan menguat karena investor memindahkan dana ke mata uang safe haven ini. Akibatnya, harga komoditas, termasuk timah akan menurun.
Di sisi lain, pengurangan produksi timah di Indonesia dan Australia ikut berdampak pada penguatan harga. Ibrahim menambahkan, penguatan harga akibat penurunan produksi ini hanya akan berpengaruh dalam jangka waktu pendek.
Secara teknikal, harga timah masih berpotensi bullish. Indikator stochastic hampir mencapai level 70%, yang berarti positif. Moving average covergence divergence (MACD) berada di level 50%, berarti pasar masih wait and see. Indikator bollinger dan moving average (MA) berada 40% di atas bolinger bawah, yang mengindikasikan tren negatif.
Ibrahim mengatakan, timah berpotensi menguat terbatas, dengan kisaran US$ 19.840 - US$ 20.654 per metrik ton dalam sepekan ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News