Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) terus tertekan. Namun, manajemen ADRO belum ingin membeli kembali atau buyback sahamnya di pasar.
Pada Jumat (4/5) lalu, harga ADRO ditutup melemah 2,38% ke Rp 1.640 per saham. Dalam sepekan, penurunannya nyaris mencapai 18%. Sedangkan sejak awal tahun, ADRO terkoreksi lebih dari 11%. Di periode yang sama, pembelian saham ADRO oleh asing sebesar Rp 5,3 triliun. Adapun penjualan asing Rp 5,2 triliun.
Direktur ADRO David Tendian mengakui, manajemen sempat mempertimbangkan buyback. Bahkan, sempat muncul wacana untuk segera menggelar buyback. Apalagi, ADRO punya banyak cash.
Per kuartal I-2018, posisi kas dan setara kas ADRO tercatat mencapai US$ 1,12 miliar, naik 1% dibanding periode sama tahun lalu, yang senilai US$ 1,11 miliar. "Tapi daripada buyback, lebih baik kami investasikan untuk proyek. Itu malah akan lebih menghasilkan," ujar David, Jumat lalu (4/5).
Bisnis pembangkit listrik (power plant) saat ini menjadi salah satu fokus ADRO. Power plant Kalsel 2x100 megawatt (MW) Unit I bakal melakukan tes pada Juni nanti. Sementara Unit II bakal dihidupkan pada tahun depan. Adapun untuk PLTU Batang, pada 2020 nanti dijadwalkan mulai beroperasi.
Sebagian kas ADRO juga akan digunakan untuk menuntaskan akuisisi 80% saham Kestrel, Australia, milik Rio Tinto. Transaksi itu bakal dirampungkan pada tahun ini.
Akhir Maret lalu, kongsi Grup Adaro dan EMR Capital, perusahaan pengelola private equity asal Australia, telah meneken perjanjian untuk mengakuisisi 80% saham Kestrel. Nilai total konsiderasi transaksi itu US$ 2,25 miliar.
David mengatakan, tekanan yang terjadi pada saham ADRO murni karena mekanisme pasar. Namun, dia melihat pergerakan itu sudah di luar fundamental. "Padahal, bisnis kami yang lima tahun lalu hanya sedikit, kini sudah membesar," kata David.
ADRO yang sebelumnya hanya perusahaan tambang kini berubah menjadi konglomerasi dengan delapan pilar bisnis, mulai dari pertambangan, penyedia infrastruktur air bersih, logistik, kontraktor pertambangan hingga perusahaan investasi.
Agaknya pasar belum memasukkan faktor itu, terutama kontribusi dari Kestrel dan power plant yang akan berjalan. "Kontribusinya signifikan," imbuh David, yang belum bersedia buka-bukaan soal kontribusi itu. Informasi yang diperoleh KONTAN, ADRO bakal meraih tambahan laba US$ 50 juta hanya dari bisnis power plant.
Namun, masih ada sejumlah isu yang mengaburkan prospek tersebut. Salah satunya soal isu lingkungan. "Kami tidak menampik hal tersebut," imbuh David.
Sejatinya, polusi terbesar bukan berasal dari sektor batubara yang menghasilkan karbon dioksida, melainkan peternakan yang menghasilkan gas metan. Gas ini berbahaya bagi lapisan ozon.
Polutan debu juga menjadi isu. Tapi karakteristik batubara Indonesia bersih. Kandungan debunya hanya 2%. Bandingkan dengan debu batubara China sebesar 30%. India bahkan mencapai 40%. "Jika batubara 1 ton dibakar, 40% itu debu," terang David.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan menilai, sejatinya tak ada isu fundamental di ADRO. Produksi batubara di kuartal I memang sempat turun. "Tapi itu hanya karena faktor cuaca, sehingga akan membaik dalam waktu dekat," tulis Andy dalam riset 3 Mei.
Dia masih mempertahankan rekomendasi buy saham ADRO, dengan target harga Rp 2.750 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News