Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah analis kompak rekomendasi beli saham blue chip ini di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pasalnya, harga saham blue chip ini sudah merosot sangat dalam dan berpotensi mencatatkan peningkatan kinerja pada tahun 2025 ini.
Saham blue chip adalah saham lapis satu yang telah berpengalaman di pasar modal. Selain itu, saham blue chip biasanya berasal dari perusahaan dengan fundamental kuat dan memiliki nilai kapitalisasi pasar besar mencapai puluhan triliun rupiah atau lebih.
Di BEI, saham blue chip biasanya adalah saham-saham di indeks mayor seperti LQ45. Salah satu saham LQ45 yang turun harga sangat dalam adalah saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
Harga saham TLKM pada perdagangan Selasa 25 Februari 2025 ditutup di level 2.460, turun 140 poin atau 5,38% dibandingkan sehari sebelumnya. Sejak awal tahun 2025 atau secara year to date (ytd), harga saham TLKM terakumulasi melemah 240 poin atau 8,89%.
Sedangkan dalam setahun terakhir, harga saham TLKM telah anjlok 1.630 poin atau 39,85%. Penurunan harga saham TLKM menjadikan harga saham blue chip ini dititik terendah dalam lima tahun terakhir.
Baca Juga: Ada Plafon Rp 17 T, Ini Syarat & Cara Pengajuan KUR Syariah BSI Februari 2025
Saat harga saham terus melemah, analis rekomendasi beli saham TLKM. Alasannya, prospek kinerja TLKM tahun 2025 tetap menarik. Strategi ekspansi untuk perkembangan layanan broadband dan memperkuat infrastruktur menjadi pendorongnya.
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo Indy Naila menilai prospek TLKM didukung era kebutuhan digital yang tinggi, bahkan dengan transformasi digital yang semakin berkembang. Sehingga, ia berpandangan TLKM dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk meningkatkan profitabilitas.
"Fokus TLKM dalam strategi layanan broadband ini dapat meningkatkan jumlah pengguna diiringi dengan permintaan internet yang masih tinggi," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (25/2).
Maklum, hingga September 2024 TLKM membukukan penurunan laba bersih sebesar 9,35% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 17,67 triliun. Periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih TLKM sebesar Rp 19,94 triliun.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Daniel Widjaja melanjutkan bahwa Telkomsel tetap menjadi pemain dominan di pasar fixed broadband (FBB), dengan pangsa pasar sebesar 70%-75% dan beroperasi di 450-500 kota.
Menurutnya, meskipun persaingan belum secara signifikan, perseroan juga telah memperkenalkan EzNet untuk mengatasi masalah keterjangkauan. "Telkomsel terus memprioritaskan pelanggan premium untuk mengimbangi potensi penurunan ARPU dari layanan EzNet yang lebih terjangkau," kata Daniel.
Telkomsel juga berencana untuk menaikkan tarif dengan tetap memastikan kartu perdana tetap tersedia. Pertumbuhan ARPU diantisipasi sejalan dengan inflasi, terutama didorong oleh peningkatan pengeluaran dari pelanggan yang ada, yang menghasilkan 95% dari pendapatan.
"Perusahaan secara khusus berfokus pada pengguna bernilai tinggi, karena mereka menunjukkan sensitivitas harga yang lebih rendah," sebutnya.
Manajemen TLKM juga menjelaskan bahwa kartu perdana By.U seharga Rp 10.000 merupakan strategi taktis yang ditujukan untuk pasar anak muda. Manajemen menargetkan untuk meningkatkan ARPU dengan menawarkan produk berdasarkan pembelian historis pelanggan.
Tonton: Kejaksaan Agung Kembali Membongkar Korupsi di Pertamina.
Selain itu Telkomsel juga sedang mengevaluasi keikutsertaannya dalam lelang spektrum 1.4GHz dengan tetap memperhatikan efektivitas biaya dan manfaat strategis jangka panjang. Perusahaan juga menjajaki solusi fixed wireless access (FWA) dan mengoptimalkan penggunaan spektrum untuk mendukung ekspansi di masa depan.
"Pengalihan bisnis home broadband di bawah Telkomsel dimaksudkan untuk meningkatkan skalabilitas dan efisiensi operasional," terangnya.
Namun, analis Maybank Sekuritas, Etta Rusidana Putra berpandangan TLKM kurang tertarik karena sejumlah faktor. Pertama, tidak umum digunakan untuk FWA, yang mana perangkat terbatas dan belanja modal lebih tinggi.
Kedua, kontribusi dari FWA (Orbit Telkomsel) kecil. "Kami percaya 80MHz yang dibagi di antara 3 operator tidak akan cukup untuk mendapatkan internet seluler 100 Mbps (5G idealnya memiliki 100 MHz)," terangnya.
Ketiga, tidak ada informasi rinci tentang harga spektrum. Metode pembayaran sebelumnya cukup mahal, yakni dua kali biaya di muka ditambah biaya 1 tahun, berdasarkan harga penawaran.
Walau begitu, ia meyakini prospek positif TLKM lantaran mampu mengalahkan kompetisi karena memiliki backhaul yang kuat, baik secara internasional maupun domestik. Lalu sebanyak 38 juta home pass yang siap untuk dimonetisasi, yakni FBB prabayar.
Selanjutnya, neraca keuangan yang lebih kuat dan merupakan perusahaan telekomunikasi milik negara.
"Kami pikir TLKM hanya perlu bertindak lebih cepat, lebih gesit, menawarkan nilai, dan meningkatkan tingkat layanan/dukungan teknis kepada pelanggan," tegasnya.
Indy mencermati, berdasarkan laporan keuangan terakhir current ratio TLKM masih di bawah satu kali, yakni 0,70 kali. DER TLKM di 0,85 kali, yang menunjukkan kemampuan TLKM dalam mengelola utang cukup baik.
"Pertumbuhan laba bersih bisa mencapai 5% secara YoY, melihat secara historis tiga tahun dengan marjin laba bersih sekitar 15%-16% di tahun 2025," terangnya.
Katalis pendukung lainnya, kata Indy, berangkat dari kebijakan dividen TLKM. Perusahaan konsisten bagi dividend selama 3 tahun, hal ini dapat menarik para investor juga.
Selain itu, baru-baru ini ada program Danantara yang akan membantu optimalisasi asset TLKM. "Program ini perlu dipantau juga karena diharapkan dengan program ini maka efisien untuk TLKM tetapi perlu dipantau implementasinya juga," sebutnya.
Nah, tercermin dari pergerakan asing yang masuk ke TLKM. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), sepekan terakhir asing mencatatkan net buy sebesar Rp 102,6 miliar, kendati harga sahamnya telah terkoreksi 8,21%.
"Asing masuk salah satunya ada sentimen dari peluncuran Danantara yang diharapkan dapat mengoptimalkan aset TLKM dan juga kinerja keuangan TLKM yang masih cukup stabil sehingga untuk investasi jangka panjang, TLKM masih menarik," paparnya.
Dus, Indy merekomendasikan buy on weakness saham TLKM dengan target harga Rp 3.300. Adapun Etta dan Daniel merekomendasikan buy saham TLKM, masing-masing dengan target harga Rp 4.500 dan Rp 3.600.
Baca Juga: 4 Juta UMKM Sudah Dapat Pinjaman, Cek Syarat & Cara Pengajuan KUR BRI Februari 2025
Selanjutnya: Merdeka Battery Materials (MBMA) Memasang Mode Ekspansi
Menarik Dibaca: 6 Rekomendasi Drakor Tentang Persahabatan Para Perempuan dengan Cerita Hangat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News