kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.924   -49,00   -0,31%
  • IDX 7.292   -21,99   -0,30%
  • KOMPAS100 1.117   -4,81   -0,43%
  • LQ45 885   -6,77   -0,76%
  • ISSI 223   0,47   0,21%
  • IDX30 455   -4,00   -0,87%
  • IDXHIDIV20 548   -5,13   -0,93%
  • IDX80 128   -0,61   -0,47%
  • IDXV30 137   -0,27   -0,20%
  • IDXQ30 151   -1,53   -1,01%

Harga nikel terseret ketegangan perang dagang AS-China


Selasa, 18 September 2018 / 21:00 WIB
Harga nikel terseret ketegangan perang dagang AS-China
ILUSTRASI. Produksi nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO)


Reporter: Grace Olivia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali berimbas pada harga komoditas, antara lain nikel. Harga logam industri ini kembali merosot lantaran pelaku pasar dirundung kekhawatiran terhadap prospek sektor manufaktur dan industri China akibat kebijakan tarif yang menimpa Negeri Tembok Besar tersebut bertubi-tubi.

Mengutip Bloomberg, harga nikel kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME), Senin (17/9), ditutup pada level US$ 12.240 per metrik ton. Harga tersebut jatuh 3,28% jika dibandingkan dengan harga penutupan pada hari sebelumnya. Dalam sepekan, harga nikel terus bergerak pada level yang rendah dan mencatat koreksi 1,37%.

Analis Asia Trade Point Futures Andri Hardianto, mengatakan, perang dagang yang terus bergulir dan makin memanas membuat kepercayaan pasar terhadap pasar komoditas kian berkurang. "Ini perang dagang yang melibatkan AS dan China secara head-to-head. Sementara, China memiliki industri smelter terbesar sekaligus konsumen komoditas terbesar juga di dunia," ujar Andri, Selasa (18/9).

Menurut Andri, efektifnya tarif tambahan impor dari AS untuk produk-produk China pada 24 September mendatang akan menjadi babak baru bagi perang dagang. Kini, respon China menjadi yang paling dinanti pasar karena akan menentukan prospek industri besi dan baja China ke depan dan dengan kata lain turut menentukan nasib harga komoditas selanjutnya.

"Pelaku pasar juga khawatir, mata uang negara berkembang terus melemah bakal memicu tingkat ekspor komoditas (nikel) lebh tinggi. Itu yang membuat harga kemarin terkoreksi cukup dalam," kata Andri.

Namun, setidaknya asumsi tersebut tidak terjadi di Indonesia. Pasalnya, hingga Agustus lalu, tingkat ekspor Indonesia masih menurun kendati mata uang mengalami depresiasi cukup dalam. Artinya, pelemahan rupiah tidak serta merta mendorong kenaikan ekspor, terutama ekspor komoditas, menjadi lebih tinggi.

Hingga akhir tahun, Andri menilai sentimen perang dagang masih akan mendominasi pergerakan harga nikel. Tambah lagi masih ada bayang-bayang kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS dan pelemahan mata uang negara berkembang sehingga tren harga nikel masih belum akan berbalik bullish dalam jangka pendek.

Dus, setidaknya Andri meyakini harga nikel tidak akan jatuh sedalam harga komoditas lainnya. Hal ini karena secara fundamental, permintaan nikel dalam jangka panjang masih cukup tinggi seiring dengan perkembangan sektor kendaraan listrik.

"Sedangkan dari sisi produksi tampaknya masih akan ada hambatan, misalnya ekspor nikel Indonesia yang belum maksimal meski sudah ada relaksasi. Juga ekspor dari Filipina yang masih terhambat," tandas Andri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×