Reporter: Aloysius Brama | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Stabilnya harga komoditas nikel diproyeksikan oleh para analis akan menjadi sentimen positif pendorong emiten terkait. Meski begitu pengaruhnya cenderung terbatas.
Seperti misalnya hari ini. Menyitir data Bloomberg Nickel Subindex, harga nikel turun tipis 0,65 basis poin atau sekitar 0,47%. Ketika berita ini ditulis harga nikel menyentuh level US$ 135,86.
Baca Juga: Indomobil Multi Jasa (IMJS) optimis catatkan performa positif di semester I-2019
Sebagaimana diketahui, setidaknya ada dua emiten di pasar modal yang mengeruk cuan dari tambang nikel yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM, anggota indeks Kompas100) dan PT Vale Indonesia tbk (INCO, anggota indeks Kompas100).
Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Raditya mengatakan meski menguat, yang harus diperhatikan dari harga nikel adalah pertumbuhan yang menurut dirinya tak terlalu mengesankan.
“Harga nikel menguat sebab supply cukup tertekan. Pun dari demand-nya juga segitu-gitu saja,” katanya kepada Kontan.co.id, Senin (29/7).
Menurut Thomas meski sentimennya bernada positif, tapi hal itu tidak akan mendorong kinerja harga sahamnya terlalu kuat. Menurutnya, harga dan prospek saham INCO akan lebih terpengaruh dari sisi kinerjanya.
Baca Juga: Arwana Citramulia (ARNA) catatkan peningkatan penjualan di semester I-2019
Asal tahu saja, produksi nikel INCO di semester satu tahun ini hanya mencapai 30.711 metrik ton. Angka itu lebih rendah dari produksi di semester satu tahun lalu yang mencapai 36.034 metrik ton. “Dari realisasinya, pun pendapatan tumbuh pasti tidak akan tumbuh terlalu signifikan,” tandas Thomas.
Senada dengan Thomas, analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas memroyeksikan kinerja INCO di kuartal dua tahun ini masih cenderung biasa-biasa saja. “Apalagi di kuartal satu pendapatannya turun karena volume yang dijual juga turun,” ujar Sukarno di waktu yang sama.
Kedua analis itu sepakat, satu-satunya yang bisa mendorong saham INCO adalah peningkatan volume penjualan dan produksi oleh perusahaan. Masalahnya, sudah 15 tahun terakhir, pabrik tambang nikel melakukan major shutdown pada bulan April atau setiap semester pertama.
Praktis, hal tersebut selalu menekan produksi nikel INCO. “Kecuali harga nikel mengalami penguatan yang signifikan ya,” tambah Sukarno.
Baca Juga: Pendapatan turun, Andira Agro (ANDI) torehkan laba Rp 10,12 miliar di semester I-2019