kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga nikel menurun, ini strategi Vale Indonesia (INCO)


Jumat, 12 Oktober 2018 / 18:11 WIB
Harga nikel menurun, ini strategi Vale Indonesia (INCO)
ILUSTRASI. Pertambangan nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO)


Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga rata-rata nikel berada di level US$ 13.730 per ton atau melemah 1,6% year on year (yoy) hingga periode September 2018.

Pasar nikel global juga masih diwarnai oleh isu rendahnya pasokan global. Selain itu, kekhawatiran terhadap permintaan nikel akibat turunnya prospek sektor manufaktur dan industri China menyusul perang dagang yang terjadi juga menjadi pemberat penguatan harga nikel.

Meskipun demikian, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menilai penurunan harga nikel saat ini belum berdampak bagi kinerja perusahaan di tahun ini. Senior Manager Communications INCO Budi Handoko mengatakan, walaupun ada penurunan harga nikel saat ini, namun harga tahun ini relatif lebih baik dari tahun lalu sehingga kinerja INCO hingga pada semester I 2018 lalu lebih baik dari periode yang sama tahun lalu.

Di periode tersebut, laba INCO melejit menjadi US$ 29,39 juta. Padahal pada periode sama tahun lalu, INCO masih membukukan kerugian US$ 21,48 juta.

Emiten tambang tersebut juga mencatat produksi nikel dalam matte sebesar 18.893 mt dan penjualan sebesar US$ 204,2 juta di kuartal II tahun ini. Produksi nikel dalam matte sekitar 10% lebih tinggi kuartal II-2018 dibandingkan kuartal I-2018

Soal dampak penurunan harga nikel pada kuartal III tahun hingga akhir tahun nanti, Budi menolak berkomentar. "Saya belum bisa beri tanggapan soal kinerja kuartal III dan target di akhir tahun ini karena masih menunggu laporan resmi yang harus terlebih dulu kami submit ke bursa yang rencananya akan dirilis awal pekan depan. Kalau sudah rilis akan kami informasikan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (12/10).

Dalam berita kontan sebelumnya, Nico Kanter, CEO dan Presiden Direktur INCO bilang, dengan kondisi pasar yang naik turun, kami akan tetap fokus dalam mengoptimalisasikan kapasitas produksi kami, meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya.

Sedangkan Budi mengungkapkan, perkembangan harga ke depan akan sulit diprediksi karena alasan volatilitas. Sehingga upaya yang dapat dilakukan INCO ke depan dengan mengontrol dari sisi biaya.

"Kami juga memiliki beberapa inisiatif untuk menekan biaya. Dengan harapan, laba yang sudah diperoleh saat ini bisa berkelanjutan hingga akhir tahun," jelasnya.

Budi melanjutkan, sejauh ini belum ada perubahan strategi untuk menghadapi penurunan harga nikel. Sebab saat ini pihaknya masih fokus dengan kontak penjualan jangka panjang (off-take agreement) dengan Vale Canada Ltd (VCL) dan Sumitomo Metal Mining (SMM).

"Strategi kami tidak berubah. Kami akan optimalkan kapasitas produksi yang ada saat ini. Harga jual masih sesuai kontrak jangka panjang tersebut adalah 78% rata-rata bursa London Metal Exchange (LME) bulan sebelumnya," imbuhnya.

Budi menambahkan, kontrak berlaku hingga akhir kontrak karya untuk seluruh hasil produksi tambang Sorowako. "Saat ini kontrak yang di Sorowako berlaku hingga 2025. Sesuai peraturan yang berlaku, pembicaraan mengenai perpanjangan baru bisa dilakukan dua tahun sebelum selesai kontrak," tambahnya.

Sekadar info, produk utama INCO adalah nikel matte, bentuknya seperti pasir. Produk ini memiliki unsur nikel sebanyak 78%, cobalt 1%, sulfur 20% serta material lainnya

Nikel matte yang diproduksi sebanyak 80% dijual ke Vale Canada Limited (VCL) dan 20% ke Sumitomo Metal Mining Co., Ltd (SMM).

Saat ini smelter yang dimiliki INCO hanya mempunyai kapasitas maksimal hingga 80.000 ton per tahun. Tahun ini INCO menargetkan produksi mencapai 77.000 ton nikel matte. Sementara, tahun lalu produksi INCO mencapai 76.807 ton nikel matte.

Angka tersebut menurun 1% dibandingkan produksi 2016 yang mencapai 77.581 ton nikel matte. Perusahaan ini pernah mencapai produksi nikel sebanyak 81.000 ton pada 2015.

Pada bulan September 2018 lalu, INCO menggelontorkan dana sebesar US$ 552.865 atau sekitar Rp 8,39 miliar (kurs Rp 15.187) untuk kegiatan eksplorasi. Eksplorasi masih terfokus pada daerah daerah di dalam Kontrak Karya dengan pemerintah.

Adapun daerah eksplorasi tersebut yakni, Blok Sorowako-Petea dan Sorowako Outer Area di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sedangkan daerah eksplorasi lainnya berada di Blok Bahodopi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Terkait rencana ekspansi di 2019, Budi mengatakan, INCO belum ada rencana kontrak baru untuk tahun 2019, mengingat kontrak yang ada sudah cukup. "Kami masih akan fokus pada bisnis utama kami, penambangan dan pengolahan nikel," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×