Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham produsen nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 2,31% ke level Rp 4.660 per saham pada perdagangan Senin (17/1). Dalam tiga hari perdagangan sebelumnya, INCO tercatat naik 11,95% ke posisi Rp 4.770. Meskipun begitu, dibandingkan harga di akhir tahun 2021, saham INCO secara year to date (ytd) baru terkerek 0,43%.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama mempertahankan rekomendasi beli untuk INCO dengan target harga Rp 5.130 per saham. Hal ini seiring dengan prospek harga nikel yang diprediksi masih akan berada pada level tinggi di 2022.
Sebagaimana diketahui, harga nikel dunia pada awal tahun ini terus menanjak dan berada di level tertinggi sejak 2011. Akhir pekan lalu harga nikel tercatat sebesar US$ 22.225 per ton, naik 0,22% dibandingkan dengan harga penutupan hari sebelumnya.
Okie memprediksi, harga nikel akan tetap stabil di sepanjang kuartal I-2022. Sementara untuk sepanjang tahun ini, ia mengestimasikan harga nikel dunia dapat lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Wika Beton (WTON) dari Samuel Sekuritas
Hal ini seiring dengan kebijakan pemerintah terhadap pelarangan ekspor nikel kalori rendah sehingga makin mendorong industri hilirisasi ke depannya. Permintaan yang tinggi di tengah turunnya produksi juga dapat menjadi penopang harga nikel.
Untuk INCO, Okie memproyeksi, pertumbuhan volume produksi perusahaan di 2022 akan lebih rendah 8%-10% dibandingkan tahun 2021. "Prediksi ini dibuat seiring dengan adanya pemeliharaan mesin di pabrik pengolahan yang diproyeksikan baru akan selesai pada Mei 2022," kata Okie saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (17/1).
Sementara itu, manajemen INCO diketahui memasang target produksi nikel yang hampir sama dengan tahun 2021, yakni sebesar 65.000 ton. Terlepas dari lebih rendahnya produksi, tingginya harga nikel diyakini masih mampu menopang pertumbuhan kinerja INCO di tahun 2022.
Bernada serupa, Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu juga menyampaikan, volume produksi INCO pada tahun 2022 kemungkinan akan turun. Hal ini sejalan dengan adanya informasi terkait keterlambatan penyelesaian pemeliharaan fasilitas produksi INCO.
Baca Juga: Punya Potensi di Bisnis Vaksin, Cermati Rekomendasi Saham KLBF Berikut Ini
Sebelumnya dalam riset tanggal 9 November 2021, Dessy memperkirakan bahwa angka produksi INCO sepanjang 2022 akan kembali normal, yakni sebanyak 79.000 ton atau meningkat 22,1% secara year on year (yoy). Pada 2021, Dessy mengestimasikan volume produksi INCO turun 10,4% yoy menjadi 64.700 ton.
Meskipun volume produksi tahun 2022 diperkirakan turun, Dessy memprediksi harga rata-rata nikel global pada 2022 akan berada di level US$ 19.200 per ton, lebih tinggi dibanding 2021 yang berada di US$ 18.550 per ton. "Kenaikan harga ini didukung sentimen baterai EV serta masih tingginya permintaan dari industri stainless steel," ungkap Dessy.
Dengan asumsi di atas, Dessy memproyeksi pendapatan INCO pada tahun 2022 dapat mencapai US$ 1,21 miliar atau tumbuh 20,69% yoy dari US$ 958 juta. Sejalan dengan itu, laba bersih INCO diprediksi meningkat 44,44% yoy, dari US$ 171 juta menjadi US$ 247 juta.
Saat ini, Dessy mempertahankan rekomendasi beli INCO dengan target Rp 6.800. Target tersebut merefleksikan price earning ratio (PER) sebesar 14,4 kali dan EV/EBITDA 5,8 kali.
Risiko investasi pada saham INCO berasal dari angka produksi yang lebih rendah dari target, pelemahan harga nikel global, serta kenaikan beban produksi sebagai efek naiknya harga bahan bakar.
Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Juan Harahap dalam riset 2 November 2021 memperkirakan, pendapatan INCO pada tahun 2022 bakal naik 15,19% yoy, dari US$ 928 juta menjadi US$ 1,07 miliar. Sejalan dengan itu, laba bersih diprediksi meningkat 20,74% yoy menjadi US$ 227 juta dari US$ 188 juta.
Juan merekomendasikan beli saham INCO dengan target harga Rp 7.600 per saham. Target harga tersebut naik dari sebelumnya yang sebesar Rp 6.400.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News