Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga batubara sepekan terakhir menguat, disokong kenaikan harga minyak dunia. Tapi untuk jangka panjang, harga si hitam masih tertekan isu lingkungan.
Mengutip Bloomberg, pada Selasa (19/4), harga batubara kontrak pengiriman Juni 2016 di ICE Futures Europe menguat 0,4% ke US$ 50,65 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya.
Sepekan terakhir, harga terangkat 3,8%. Pada kontrak batubara acuan Eropa, harga bahkan sudah reli selama delapan hari. Menurut data broker yang dikumpulkan Bloomberg, kenaikan tersebut merupakan yang terpanjang sejak Juni 2008.
Harga batubara merosot setiap tahun sejak 2010 lantaran menghadapi peraturan lingkungan yang cukup ketat dan meningkatnya kompetisi dengan gas alam. Nena AS, lembaga penasihat utilitas dan perdagangan energi di Oslo, menyatakan, reli harga batubara menunjukkan jika kondisi terburuk mungkin telah berakhir.
"Ini kemungkinan berkelanjutan karena kita sudah mencapai level bawah," ujar Diana Bacila, analis Nena, seperti dikutip Bloomberg, kemarin (20/4).
Penguatan harga minyak mentah, yang menyumbang sekitar 40% dari biaya tambang batubara, telah memaksa penambang menahan produksi. Hal ini terutama terjadi di Rusia, pemasok batubara terbesar untuk Eropa.
Wahyu Tri Wibowo, analis Central Capital Futures, mengatakan, pergerakan harga batubara mengikuti harga minyak. Mahalnya harga minyak dapat memicu peralihan ke energi alternatif lain, termasuk batubara, biodiesel, hingga gas alam.
Tetapi jika dilihat secara tren, pergerakan batubara sebenarnya belum banyak berubah. "Pengurangan produksi membuat supply turun, tetapi harga tetap tertekan karena permintaan tidak otomatis naik," papar Wahyu.
Penguatan sementara
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, penguatan harga batubara hanya sementara. Alasannya, sebagian besar negara di dunia kini menghindari penggunaan batubara.
Pemerintah China berencana mengurangi pemakaian batubara hingga 500 juta ton dalam kurun waktu 3–5 tahun ke depan. "China sangat serius dalam mengurangi penggunaan energi fosil," papar Deddy.
India juga sudah siap untuk menghentikan impor batubara dalam tiga tahun ke depan. Masuknya sumber energi baru, seperti tenaga surya, membuat konsumsi batubara semakin berkurang.
Meski demikian, Deddy optimistis harga batubara tahun ini masih lebih baik dibandingkan tahun lalu. "Tidak menutup peluang harga menyentuh US$ 60 per metrik ton tahun ini," ujarnya.
Kebutuhan batubara di negara berkembang, seperti Vietnam, Jepang, Korea Selatan, Indonesia dan Bangladesh masih cukup tinggi. Sentimen ini bisa membantu mengangkat harga batubara di tengah gempuran isu lingkungan.
Secara teknikal, Deddy melihat harga batubara bergulir di atas moving average (MA) 50 dan MA100. MACD berada di area positif. RSI menguat ke level 64 dan stochastic overbought di level 90.
Deddy memprediksi harga batubara hari ini bisa menguat terbatas di kisaran US$ 50,30–US$ 51. Sedang prediksi Wahyu, harga batubara untuk sepekan ke depan akan bergerak di kisaran US$ 50,5–US$ 50,85 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News