Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Prospek harga batubara semakin suram dalam jangka panjang. Namun, di tengah outlook negatif, batubara masih memiliki peluang mencatat penguatan tahun ini.
Mengutip Bloomberg, Selasa (19/4) harga batubara kontrak pengiriman Juni 2016 di ICE Future Exchange menguat 0,4% ke level US$ 50,65 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, batubara terangkat 3,8%.
Analis PT Asia Tradepoint Futures, Deddy Yusuf Siregar mengatakan, penguatan harga batubara hanya akan terjadi sementara. Pasalnya, sebagian besar negara di dunia kini menghindari penggunaan batubara.
Pemerintah China berencana mengurangi pemakaian batubara hingga 500 juta ton dalam kurun waktu 3 - 5 tahun ke depan. Saat ini, China tercatat memiliki kelebihan pasokan batubara hingga 2 miliar ton.
Pengurangan produksi memberi dampak negatif pada industri batubara ke depan. "China sangat serius dalam mengurangi penggunaan energi fosil," papar Deddy.
Di samping itu, India juga sudah siap untuk menghentikan impor batubara dalam tiga tahun ke depan. Masuknya sumber energi baru seperti tenaga surya membuat konsumsi batubara semakin berkurang. "Ini yang terjadi di India dan China," lanjut Deddy.
Naiknya konsumsi listrik tidak serta merta menaikkan kebutuhan batubara karena ada pasokan dari sumber energi lain yakni energi terbarukan. Hambatan sumber energi baru merupakan lawan berat bagi batubara untuk menguat lebih lama.
Meski demikian, Deddy optimistis jika harga batubara tahun ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun lalu. "Tidak menutup peluang harga bisa menyentuh US$ 60 per metrik ton tahun ini," ujarnya.
Kebutuhan batubara di negara berkembang seperti Vietnam, Jepang, Korea Selatan dan Bangladesh masih cukup tinggi. Belum lagi ditambah dengan kebutuhan batubara dari Indonesia. Sentimen ini masih bisa membantu mengangkat harga batubara di tengah gempuran isu lingkungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News