Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak naik tipis pada hari Jumat. Tapi, harga komoditas energi ini mengakumulasi penurunan dalam sepekan terakhir di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga yang besar akan mengekang pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar.
Harga minyak mentah berjangka WTI naik tipis ke US$ 85,11 per barel pada Jumat (16/9) dari hari sebelumnya US$ 85,10 per barel. Dalam sepekan, harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) ini turun 1,93%.
Harga minyak mentah berjangka Brent menguat 0,56% ke $91,35 per barel pada perdagangan kemarin. Harga minyak acuan internasional ini melemah 1,60% dalam sepekan terakhir.
Penurunan harga kedua tolok ukur minyak dalam sepekan terutama disebabkan oleh penguatan nilai dolar AS. Penguatan dolar AS membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain. Indeks dolar sebagian besar datar pada hari Jumat, tetapi naik untuk minggu keempat dalam lima minggu terakhir.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Stabil, Brent ke US$ 91,88 dan WTI ke US$85,79
Pada kuartal ketiga sejauh ini, baik Brent dan WTI turun sekitar 20%. Ini adalah persentase penurunan kuartalan terbesar sejak dimulainya pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Ekspor minyak dari terminal minyak Basra Irak secara bertahap dilanjutkan setelah dihentikan tadi malam karena tumpahan. Basra Oil Company mengatakan bahwa tumpahan minyak telah ditampung.
Tumpahan terjadi di pelabuhan yang memiliki empat platform pemuatan dan dapat mengekspor hingga 1,8 juta barel per hari. Peristiwa ini mengangkat harga minyak karena prospek pasokan minyak mentah global yang lebih rendah.
"Ini pasti menimbulkan ketakutan di pasar karena laporan awal adalah bahwa barel itu akan keluar dari pasar untuk beberapa waktu," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York kepada Reuters.
Baca Juga: Kemendag: Neraca Perdagangan Kembali Surplus US$ 5,76 Miliar pada Agustus 2022
Investor bersiap untuk kenaikan besar suku bunga AS, yang dapat menyebabkan resesi dan mengurangi permintaan bahan bakar. Federal Reserve secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan overnight sebesar 75 basis points (bps) pada pertemuan kebijakan 20-21 September 2022.
"Kemungkinan yang meningkat dari resesi global dapat terus membatasi kemungkinan kenaikan harga minyak," ujar Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatan.
Pasar juga terguncang oleh prospek Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) yang memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak hampir nol persen pada kuartal keempat karena prospek permintaan yang lebih lemah di China.
Baca Juga: Harga Minyak Mulai Naik, Tetapi Masih di Jalur Pelemahan untuk Pekan Ini
"Baik IMF dan Bank Dunia memperingatkan bahwa ekonomi global dapat mengarah ke resesi tahun depan. Ini merupakan berita buruk bagi sisi permintaan mata uang dan muncul sehari setelah perkiraan permintaan minyak dari IEA," kata analis PVM Stephen Brennock.
Dari sisi pasokan, harga minyak disokong oleh berkurangnya ekspektasi kembalinya minyak mentah Iran ke pasar global. Pejabat Barat mengecilkan prospek menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran.
Harga minyak masih bisa menguat pada kuartal keempat jika anggota OPEC+ memangkas produksi, yang akan dibahas pada pertemuan kelompok Oktober. Sementara Eropa menghadapi krisis energi yang didorong oleh ketidakpastian pasokan minyak dan gas dari Rusia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News