Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan ekonomi yang mulai berjalan mengangkat harga minyak dan kinerja emiten sektor minyak. Sementara, kinerja emiten sektor gas masih tertahan oleh penetapan harga maksimal gas dari pemerintah.
Mengutip Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di pasar Nymex, sejak awal tahun hingga Jumat (17/9) naik 49% ke level US$ 71,97 per barel. Kenaikan harga minyak ini turut mendukung pertumbuhan kinerja emiten sektor minyak.
Salah satunya, PT Medco Energi Internasional (MEDC) berhasil catatkan kenaikan pendapatan di kuartal I-2021, sebesar 8,58% year on year (yoy) menjadi US$ 300,23 juta. MEDC juga berhasil menorehkan laba bersih sebesar US$ 5,11 juta dari tahun sebelumnya yang mengalami rugi US$ 19,96 juta. Manajemen mengatakan kinerja naik karena tersokong pulihnya harga komoditas.
Sementara, PT Elnusa Tbk (ELSA) masih catatkan penurunan pendapatan sebesar 4,74% menjadi Rp 3,71 triliun dan penurunan laba bersih sebesar 69,26% menjadi Rp 40,15 miliar. Manajemen mengatakan kinerja masih menurun karena mundurnya beberapa proyek pekerjaan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Baca Juga: Harga minyak dunia memanas, begini dampaknya ke emiten sektor migas
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan kenaikan harga minyak masih akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja emiten sektor energi. Sukarno memproyeksikan harga minyak berpeluang menguat dari level saat ini di US$ 71 per barel menjadi US$ 74-US$75 per barel. Sementara, kondisi support penurunan harga minyak berada di US$ 69-US$ 70 per barel.
Diantara emiten sektor minyak, Sukarno lebih menjagokan ELSA dibandingkan MEDC. Sukarno melihat valuasi ELSA lebih murah dari MEDC. Selain itu rasio utang ELSA juga lebih kecil dari MEDC.
Namun, dari sisi kinerja, keunggulan MEDC adalah berhasil catatkan kinerja positif di kuartal I-2021, bahkan mencatatkan laba setelah dalam tiga tahun terakhir catatkan kerugian. Sedangkan, ELSA masih mengalami penurunan kinerja dan tren rasio margin 3 tahun terakhir masih menurun.
Sementara itu pergerakan harga saham ELSA dan MEDC, Sukarno amati masih dalam tren penurunan dalam jangka pendek hingga menengah. Bahkan, belum terlihat ada sinyal untuk harga bergerak naik di periode tersebut. "Baik ELSA maupun MEDC rekomendasi masih wait and see," kata Sukarno.
Untuk ELSA, Sukarno menganalisis harga saham baru bisa naik setelah melewati harga Rp 296 dan baru cocok untuk dibeli dengan target harga Rp 338-Rp 356. Sementara level support di Rp 270.
Baca Juga: Kinerja makin oke, berikut rekomendasi saham Surya Citra Media (SCMA)
Sementara, Sukarno baru bisa memberi rekomendasi beli untuk MEDC, jika harga saham berhasil tembus level Rp 510. Target harga MEDC berada di Rp 590-Rp 640 dan support di Rp 466.
Sedangkan, tren kenaikan harga komoditas tidak bisa diikuti oleh emiten sektor gas. Pemerintah lebih dulu menetapkan harga maksimal gas di US$ 6 per MMBTU untuk 7 sektor usaha sejak April tahun lalu. Bahkan, 13 sektor industri lain juga mengusulkan untuk mendapatkan gas murah.
Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu mengatakan kinerja PGAS memang terjepit harga gas ditetapkan pemerintah di harga yang lebih murah. Chandra melihat tujuan pemerintah menurunkan harga gas agar memacu industri manufaktur di dalam negeri menambah nilai tabah terhadap perekonomian.
Sayangnya, dalam rangka kebijakan tersebut, PGAS jadi dirugikan karena margin berpotensi mengecil dari penjualan gas. "Perlu dipikirkan lagi jalan keluar PGAS sehingga tetap bisa menghasilkan laba yang berkesinambungan," kata Chandra.
Sejauh ini, kinerja PGAS belum menunjukkan perbaikan karena tertekan oleh permintaan gas yang menurun akibat Covis-19 dan menurunnya margin. Tercatat di kuartal I-2021 pendapatan PGAS menurun 16,09% yoy menjadi US$ 733,15 juta. Sementara, laba bersih masih berhasil naik 28,87% menjadi US$ 61,57 juta.
Hasan Analis Sucor Sekuritas juga mengatakan dalam risetnya, pemerintah berpotensi menambah 6 sektor industri lagi yang akan mendapat harga gas lebih murah di kuartal IV-2021. Akibatnya, rata-rata harga jual PGAS berpotensi turun ke US$ 6,9 MMBTU di sepanjang 2021 sebelum mengalami penurunan harga jual yang lebih dalam di US$ 6 MMBTU pada 2022.
Baca Juga: Simak rekomendasi Panin sekuritas untuk saham Vale Indonesia (INCO)
Namun, Hasan masih merekomendasikan beli PGAS dengan target harga Rp 1.160. "Pelaku pasar sudah menjatuhkan harga saham PGAS karena isu penetapan harga tersebut dan harga sudah berada di bawah rata-rata secara historical," kata Hasan.
Sementara, Sukarno melihat ada sentimen positif untuk PGAS datang dari rencana PGAS menambah pelanggan baru yang berasal dari sektor industri dan ritel. Rencana tersebut berpeluang membuat kinerja PGAS tetap tumbuh di tengah penetapan harga gas oleh pemerintah.
Sukarno mengatakan jika harga saham PGAS tidak turun kembali ke bawah Rp 1.045 dan jika harga kembali bullish serta menembus Rp 1.105-Rp1.135, maka Sukarno baru bisa merekomendasikan beli dengan target harga Rp 1.225-Rp 1.250.
Selanjutnya: Bersiap rights issue, cek rekomendasi saham Bank Ina Perdana (BINA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News