Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga minyak menguat di akhir pekan dengan dukungan faktor teknikal. Namun, minimnya sentimen positif menyebabkan harga minyak mentah kembali berisiko tertekan.
Mengutip Bloomberg, Jumat (5/5), harga minyak WTI kontrak pengiriman Juni 2017 di New York Mercantile Exchange naik 1,5% ke level US$ 46,22 per barel dibanding hari sebelumnya. Namun, dalam sepekan terakhir minyak tergerus 6,3%.
Analis PT SoeGee Futures, Nizar Hilmy mengatakan, harga minyak mencatat rebound teknikal setelah menyentuh level US$ 45,52 atau terendah sejak Agustus 2016 pada Kamis (4/5). "Untuk melanjutkan tren penguatan, minyak perlu didorong oleh berita positif," ujarnya.
Sementara, saat ini, harga minyak masih diliputi sentimen negatif. Dalam sepekan terakhir, harga minyak anjlok di tengah tekanan pasokan Amerika Serikat (AS). Data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan stok minyak AS secara mingguan memang turun 900.000 barel. Tetapi angka penurunan tersebut lebih rendah dari pekan sebelumnya yakni 3,6 juta barel serta proyeksi sebesar 3,3 juta barel.
Produksi minyak AS naik dalam 11 pekan beruntun, terpanjang sejak 2012. Angka produksi minyak AS saat ini di level 9,29 juta barel per hari atau tertinggi sejak Agustus 2015. Di tengah tingginya pasokan AS, pelaku pasar ragu produsen minyak yang tergabung dalam OPEC akan melanjutkan upaya pemangkasan produksi hingga semester kedua tahun ini. Pelaku pasar masih menanti pertemuan OPEC pada tanggal 25 Mei mendatang untuk mencari sinyal kepastian pemangkasan produksi berikutnya.
"Banyak analis yang memprediksi penurunan lebih lanjut harga minyak karena permintaan tidak cukup kuat untuk menyerap angka pasokan yang tinggi," lanjut Nizar.
Harga minyak berisiko terus tergerus seiring dengan komoditas lainnya di tengah kekhawatiran permintaan China dan Amerika Serikat (AS). Perlambatan ekonomi di kedua negara konsumen komoditas terbesar itu membayangi prospek harga minyak. Angka pasokan dan permintaan, menurut Nizar, akan menjadi perhatian utama pelaku pasar. Jika data EIA pada pekan ini menunjukkan pasokan AS turun, maka peluang minyak menguat akan tetap terbuka.
"Tetapi jika pelaku pasar masih mengkhawatirkan rencana pemangkasan OPEC, maka harga minyak berpotensi turun," imbuhnya. Hingga akhir semester pertama tahun ini, Nizar memprediksi harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 40-US$ 50 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News