kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak mentah kembali mendidih, minyak Brent dan WTI naik 4% di Senin (2/3)


Senin, 02 Maret 2020 / 16:03 WIB
Harga minyak mentah kembali mendidih, minyak Brent dan WTI naik 4% di Senin (2/3)
ILUSTRASI. Harga minyak kembali rebound setelah OPEC+ berencana pangkas produksi dan bank sentral global berlomba-lomba beri stimulus


Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah melonjak lebih dari 4% di awal pekan ini. Sentimen positif datang setelah adanya secercah harapan penurunan produksi dari anggota OPEC+ dan rencana stimulus dari bank sentral global untuk melawan kekhawatiran tentang kerusakan ekonomi akibat wabah virus corona.

Mengutip Reuters, Senin (2/3) pukul 15.30 WIB, harga minyak mentah jenis Brent kontrak pengiriman Mei 2020 di ICE Futures berada di US$ 51,91 per barel, naik US$ 2,24 atau menguat 4,5% dari penutupan Jumat (28/2) yang ada di level US$ 48,40, posisi terendah sejak Juli 2017.

Setali tiga uang, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) mencapai titik terendah dalam 14 bulan di $ 43,32 per barel pada akhir pekan lalu. Lalu, pada Senin (2/3), harga minyak WTI kontrak pengiriman April 2020 di Nymex berada di US$ 46,65, naik US$ 1,89, atau 4,2%.

Baca Juga: Harga minyak merosot ke level terendah dalam empat tahun terakhir

Harga kedua jenis minyak yang menjadi tolok ukur ini menandai kenaikan pertama setelah enam sesi sebelumnya menderita pelemahan di tengah kekhawatiran penyebaran virus corona. 

Virus corona, yang berasal dari China, telah membunuh hampir 3.000 orang diseluruh dunia dan mengguncang pasar global karena para investor bersiap dengan penurunan tajam pada pertumbuhan dunia. Bahkan, pekan lalu, bursa saham global menandai kekalahan terbesarnya sejak krisis keuangan 2008.

"Gangguan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kegiatan ekonomi di China telah membuat sekitar 4 juta barel per hari hilang akibat penurunan permintaan minyak. Posisi ini dibandingkan dengan 5 juta barel per hari selama resesi hebat di periode 2008 hingga 20009," Jeffery Currie, kepala penelitian komoditas global di Goldman Sachs.

"Dan kapasitas penyimpanan terbatas di Tiongkok - meskipun besar - cepat terisi, menghadirkan risiko penurunan lebih lanjut jika penyimpanan pada akhirnya dilanggar."

Currie menambahkan, ketegangan yang terus menerus antara stimulus ekonomi dan persediaan surplus kemungkinan akan menciptakan volatilitas harga komoditas.

Hal ini sempat menyeret harga minyak setelah data ekonomi yang diungkapkan China, konsumen energi utama dunia, di pekan lalu mengecewakan.

Aktivitas pabrik di Negeri Tirai Bambu itu menyusut pada laju tercepat pada Februari, menggarisbawahi kerusakan kolosal dari wabah pada ekonominya.

"Di satu sisi, itu cukup negatif pada minyak mentah di seluruh dunia dan permintaan produk," kata Lachlan Shaw, kepala penelitian komoditas di National Australia Bank.

Tetapi kemudian ada berita bahwa Arab Saudi mendorong pemotongan 1 juta barel per hari, sementara bank sentral semakin mengisyaratkan keinginan untuk melakukan intervensi dan mendukung pasar dengan memangkas suku bunga, katanya.

Baca Juga: Mantan ekonom Trump: Virus corona bisa memicu resesi global!

"Jadi ini keseimbangan, dan itu akan sangat tidak stabil."

Beberapa anggota kunci Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mempertimbangkan pengurangan produksi tambahan pada kuartal kedua di tengah kekhawatiran wabah virus akan mengikis permintaan minyak. Proposal sebelumnya adalah untuk pengurangan produksi tambahan sebesar 600.000 barel per hari.

Harga minyak turun lebih dari 20% sejak awal tahun ini, meskipun OPEC dan sekutunya termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, membatasi produksi minyak sebesar 1,7 juta barel per hari di bawah kesepakatan yang berjalan hingga akhir Maret.

"Tidak adanya tindakan oleh OPEC+ kemungkinan akan memicu kemungkinan besar penjualan lainnya," analis di Fitch Solutions mengatakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×