Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah menembus level tertingginya sejak Agustus 2015. Ini terjadi berkat optimisme pasar terhadap rencana Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) memperpanjang kesepakatan pengetatan produksi.
Rabu (22/11), per pukul 18.24 WIB, harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) kontrak pengiriman Januari 2018 di New York Mercantile Exchange menanjak 1,95% ke level US$ 57,94 per barel. Angka tersebut sudah melejit 4,36% dalam sepekan terakhir.
Dalam pertemuan anggota OPEC di Wina, Austria pada 30 November nanti, OPEC diperkirakan bakal menyetujui usul Arab Saudi memperpanjang program pemangkasan produksi minyak hingga kuartal III-2018. Sebelumnya, pengetatan produksi minyak disepakati hanya berlangsung hingga kuartal I-2018.
Secara fundamental memang harga minyak masih positif. Apalagi, salah satu perusahaan minyak terbesar di Arab Saudi, Saudi Aramco, menutup kilang minyak di Jeddah tanpa batas waktu. Biasanya kilang tersebut memproduksi 80.000 barel per hari. Langkah Aramco ini semakin menguatkan ekspektasi Arab Saudi tengah mengurangi produksinya.
Sentimen tambahan juga datang dari Amerika Serikat. American Petroleum Institute (API) merilis, persediaan minyak mentah Negeri Paman Sam untuk pekan yang berakhir 17 November turun jadi 6,36 juta barel. "Kalau AS konsisten menurunkan produksi minyak mentah, ini akan jadi sentimen positif bagi OPEC," kata Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar, kemarin.
Hal ini jelas menguntungkan harga minyak. Sebab, produksi minyak asal AS selalu jadi penghambat penguatan emas hitam ini.
Sayangnya, produksi minyak AS masih mengalami kenaikan 25.000 barel per hari. Jika ini berlanjut, maka di akhir tahun total produksi minyak AS bisa mencapai 9,65 juta barel per hari, atau hampir menyamai produksi dua produsen minyak besar, yaitu Arab Saudi dan Rusia.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal menambahkan, pasokan minyak dari Kanada ke AS juga mulai berkurang. Trans Canada Corporation mengungkapkan keinginannya mengurangi pengiriman setidaknya 85% dari jalur pipa Keystone, sebesar 590.000 barel per hari.
Potensi profit taking
Meski dibalut sentimen positif, keunggulan harga minyak diprediksi tertahan jelang pertemuan OPEC. Apalagi, harga minyak sudah mencapai rekor baru.
Tak aneh jika pasar melakukan aksi ambil untung sebelum perpanjangan pengetatan produksi disepakati. "Biasanya pelaku pasar mengamankan posisi dulu untuk mengakumulasi keuntungan," ujar Deddy. Namun sebelum aksi profit taking, minyak diprediksi bisa menembus level US$ 60 per barel.
Hari ini, Deddy memprediksi harga minyak berpotensi menguat terbatas dan bergerak di kisaran US$ 56,30-US$ 59,43 per barel. Sedangkan Faisyal memprediksi harga minyak dalam sepekan ke depan akan bergerak di rentang US$ 56-US$ 59 per barel.
Secara teknikal, harga minyak bergerak di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200, yang menunjukan potensi penguatan lanjutan. Sementara indikator moving average convergence divergence (MACD) bergulir di area positif dan indikator relative strength index (RSI) di level 68. Hanya indikator stochastic di level 90 yang memberi sinyal koreksi, karena memasuki area overbought.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News