Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minyak mentah menjadi komoditas energi yang harganya cukup mentereng sepanjang tahun ini. Mengutip data Bloomberg, Rabu (22/9), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 71,65 per barel.
Analis Erdikha Elit Sekuritas Regina Fawziah menyebut, kenaikan harga minyak mentah ini tentu ada dampak positif dan negatifnya. Dampak negatif salah satunya lebih kepada emiten-emiten yang memang menggunakan komoditas minyak mentah sebagai bahan baku produksinya.
“Karena dengan kenaikan harga komoditas tersebut maka akan meningkatkan cost untuk biaya produksi sehingga akan mempengaruhi spread margin penjualannya,” kata Regina.
Baca Juga: Wall Street menguat di awal perdagangan Rabu (22/9)
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijaya menilai, kenaikan minyak mentah khususnya untuk industri lain dinilai tidak terlalu berdampak signifikan. Ambil contoh seperti PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang pada semester pertama 2021 malah bisa menorehkan kinerja positif berupa laba bersih sebesar Rp 2,38 triliun dari sebelumnya mencatat kerugian.
“Hal ini karena TPIA memiliki lini bisnis yang sangat terdongkrak oleh peningkatan permintaan di tahun pandemi ini, seperti bahan baku plastik untuk kemasan alat-alat kesehatan. TPIA juga menaikkan harga penjualan dengan menyesuaikan akan kenaikan harga minyak mentah sebagai bahan baku utama untuk produksi petrokimianya,” terang Frankie kepada Kontan.co.id, Senin (20/9).
Regina menjabarkan, terdapat sejumlah faktor yang dinilai mengerek harga minyak, diantaranya peningkatan permintaan akan komoditas energi ini. Ekspetasi permintaan minyak terus meningkat seiring dengan semakin meluasnya tingkat vaksinasi, meskipun saat ini di beberapa negara kasus Covid-19 kembali meningkat, seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan China.
“Suplai di AS saat ini juga masih cenderung berkurang, sehingga ini juga menjadi salah satu pendorong kenaikan dari harga minyak mentah secara global,” sambung Regina.
Baca Juga: Kehilangan investor, sejumlah anggota OPEC mengaku kesulitan memproduksi minyak
Sekretaris Perusahaan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) Harry Margatan menyebut, kenaikan harga minyak tidak berdampak signifikan terhadap total biaya produksi ARCI. Apalagi semenjak akhir 2020, emiten tambang emas ini mulai meng-upgrade alat berat menjadi truk kapasitas 100 ton (yang sebelumnya menggunakan truk kapasitas 40 ton). “Sehingga kami bisa mendapatkan efisiensi lebih tinggi dari biaya bahan bakar,” terang Harry.
Untuk menjalankan alat berat di dalam aktivitas pertambangan, ARCI memang menggunakan bahan bakar diesel/solar. Namun untuk pabrik pengolahan, Harry menyebut ARCI sudah sepenuhnya menggunakan tenaga listrik yang terhubung dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Baca Juga: Era suku bunga rendah berlanjut, begini rekomendasi dari analis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News