kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,92   -8,44   -0.91%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga minyak masih berpotensi bullish ke depan, simak faktor pendorongnya


Rabu, 15 September 2021 / 07:15 WIB
Harga minyak masih berpotensi bullish ke depan, simak faktor pendorongnya


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia diyakini masih dalam tren bullish. Prospek pemulihan ekonomi di tahun ini dan pasokan yang menurun jadi sentimen utama yang mendorong kenaikan harga minyak. 

Mengutip Bloomberg, Selasa (14/9) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Oktober 2021 di pasar New York Mercantile Exchange naik 0,54% ke US$ 70,83 per barel. Harga minyak tercatat naik sekitar 51,03% secara year to date (ytd). 

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengamati harga minyak sudah melewati harga pada sebelum terjadi pandemi Covid-19. Alwi menjelaskan sentimen positif yang mendukung harga minyak selama ini adalah, pertama, pasokan cadangan minyak Amerika Serikat (AS) menurun bergitupun dengan aktivitas pengeboran minyak di AS. Apalagi, Badai Ida di AS juga sempat menghentikan pasokan minyak karena merusak fasilitas produksi minyak di AS.

Sentimen pendorong kedua adalah proyeksi pemulihan ekonomi global yang cukup optimis bisa terjadi di 2022. "Ketika ekonomi mengarah untuk pulih maka permintaan bahan bakar seperti minyak akan meningkat," kata Alwi, Selasa (14/9). 

Sementara itu, meski penyebaran Covid-19 secara global belum berakhir, Alwi melihat pelaku pasar tetap optimistis harga minyak naik karena distribusi vaksin yang gencar bisa mempercepat pemulihan ekonomi. 

Baca Juga: Harga komoditas mineral masih cemerlang, begini proyeksi dan prospeknya ke depan

Selain itu, Alwi melihat ada titik cerah dari hubungan AS dan China. Pada Jumat (10/9), Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden berkomunikasi via telepon. 
Alwi melihat respons pasar terhadap peristiwa tersebut menurunkan ketegangan hubungan kedua negara itu. Selama ini perang dagang AS dan China turut menghambat pertumbuhan ekonomi global. 

"Jika pembicaraan AS dan China terus berlanjut bisa memunculkan harapan pemulihan ekonomi yang tadinya terhambat oleh perang dingin kedua negara itu, risk on bisa terjadi dan meningkatkan permintaan minyak," kata Alwi. 

Sentimen lain yang mendukung kenaikan harga minyak juga datang dari masih berlakunya sanksi  Iran dari AS. Sanksi tersebut membuat Iran tidak bisa memasok minyak ke pasar global. 

Sentimen positif yang menyelimuti harga minyak, akhirnya membuat Alwi memproyeksikan harga minyak masih akan bullish. 

Hingga akhir tahun Alwi memproyesikan harga minyak berada di rentang US$ 65 per barel hingga US$ 74 per barel.  

Selanjutnya: Lonjakan Harga Komoditas Mineral Membayangi Industri Manufaktur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×