Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Kondisi ini sebenarnya sudah tercermin dari kinerja TPIA hingga periode kuartal pertama. TPIA membukukan pendapatan bersih senilai US$ 677,7 juta, naik 13,3% dari raihan di kuartal pertama 2021 yang sebesar US$ 598,4 juta.
Meski pendapatan naik, beban pokok pendapatan TPIA juga meningkat 45% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 652,7 juta dari sebelumnya US$ 450,8 juta. Kenaikan beban ini sebagian besar disebabkan oleh rata-rata harga bahan baku yang lebih tinggi.
Sebagai hasilnya, selama kuartal pertama 2022, Chandra Asri mencatat rugi bersih periode berjalan senilai US$ 11,11 juta. Posisi ini berbanding terbalik dari kinerja TPIA di kuartal pertama 2021 yang membukukan laba bersih hingga US$ 84,38 juta.
Baca Juga: Barito Pacific (BRPT) Menepis Isu Star Energy Bakal IPO
Meski begitu, Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya melihat kinerja yang diraih TPIA pada kuartal pertama lebih karena terimbas sentimen global. Kenaikan harga minyak serta sejumlah kejadian di dunia termasuk lockdown di China membuat kondisi menjadi tidak kondusif.
Untuk ke depannya, Cheryl optimistis kinerja TPIA bisa membaik. Sebab, sentimen global tersebut dalam jangka menengah hingga panjang cenderung akan memudar. Dengan begitu, Cheryl pun memberikan rekomendasi hold saham TPIA dengan target harga di Rp 9.000.
Senada, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo juga masih memandang prospek positif dari TPIA. Hal ini didorong dengan pengembangan CAP2 serta fluktuasi harga petrokimia dunia.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham dari MNC Sekuritas untuk Hari Ini (11/7), IHSG Berpotensi Naik
"TPIA masih menarik dicermati. Saat ini pergerakan saham TPIA cenderung sedang menguji resistance pertamanya di 8.800," sebut Azis.
Jika mampu breakout, TPIA diperkirakan akan menuju resistance kedua di harga Rp 9.500. Azis memberikan rekomendasi trading buy. Catatan Azis, waspadai jika harga saham bergerak menurun dan menembus support di Rp 8.575.
Pandhu menambahkan, sebagai market leader di industri petrokimia, pertumbuhan jangka panjang TPIA memang akan relatif stabil. Beberapa katalis lain yang mampu mendorong pertumbuhan antara lain sinergi dengan program pemerintah seperti pembangunan jaringan gas nasional.
TPIA telah mempersiapkan material bahan baku pipa gas dengan klasifikasi PE 100 yang lebih efisien. Perhatian TPIA terhadap aspek environmental, social and governance (ESG) juga relatif besar, seperti pada pembangunan jalan aspal berbahan dasar dari plastik daur ulang.
"Aksi ini diharapkan dapat meningkatkan rating ESG dari TPIA, sehingga dapat menarik minat para investor yang belakangan ini semakin sensitif terhadap komitmen ESG," imbuh Pandhu.
Namun dari sisi kinerja, Pandhu kembali mengingatkan bahwa harga minyak yang masih bertahan di level yang cukup tinggi diperkirakan masih menekan kinerja TPIA pada kuartal kedua.
Oleh sebab itu, Pandhu masih menyarankan untuk wait and see terlebih dulu. Untuk tahun ini, target harga TPIA berada di sekitar Rp 8.000, sehingga saat ini pelaku pasar cenderung disarankan untuk sell on strength.
"Mungkin baru akan menarik jika harga minyak sudah berada di bawah level US$ 75 per barel sehingga profit margin TPIA akan membaik dan diharapkan sudah membukukan bottom line positif kembali," pungkas Pandhu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News