Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak ditutup lebih rendah pada Rabu (6/11), karena investor mempertimbangkan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dengan potensi kebijakan luar negeri Presiden terpilih AS Donald Trump yang mungkin dapat mengurangi pasokan minyak global.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent turun 61 sen, atau 0,81%, menjadi US$74,92 per barel.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 30 sen atau 0,42%, menjadi US$71,69 per barel.
Baca Juga: Harga Emas Merosot Tajam Seiring Penguatan Dolar Usai Kemenangan Trump
Pemilihan Trump memicu aksi jual besar-besaran yang mendorong harga minyak turun lebih dari US$2 per barel pada awal perdagangan, seiring dengan penguatan dolar AS yang saat ini berada di level tertinggi sejak September 2022.
Dolar yang lebih kuat membuat komoditas yang dihargakan dalam dolar, seperti minyak, lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya dan cenderung menekan harga.
"Semua antusiasme awal dan aksi jual berlebihan telah mereda, dan saya pikir ada potensi kenaikan dalam waktu dekat," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, mencatat bahwa pada hari Rabu investor lebih memperhatikan prospek pasokan dan permintaan jangka pendek.
Baca Juga: Efek Kemenangan Trump, Bitcoin Cetak Rekor All Time High Baru
"Reaksi awal terhadap hasil pemilu terlalu berlebihan, dengan asumsi bahwa kemenangan Trump bisa menyebabkan industri AS berproduksi berlebihan dan menciptakan surplus," ujar John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.
"Namun, sikap yang lebih tenang mulai mendominasi dan pasar ini menghadapi banyak masalah," tambahnya, merujuk pada ketegangan di Timur Tengah sebagai faktor yang dapat mendukung harga karena berpotensi mengganggu pasokan.
Kemenangan Trump juga bisa berarti pengenaan kembali sanksi terhadap Iran dan Venezuela, yang dapat mengurangi pasokan minyak di pasar global, menurut Giovanni Staunovo, analis UBS.
Iran, anggota OPEC, menghasilkan sekitar 3,2 juta barel per hari atau sekitar 3% dari produksi minyak global.
Baca Juga: Wall Street Mencetak Rekor Tertinggi Pasca Trump Kembali Menjadi Presiden
Namun, pengawasan terhadap Iran mungkin lebih sulit karena negara tersebut sudah mahir menghindari sanksi, kata Alex Hodes, analis minyak dari perusahaan pialang StoneX, dalam catatannya.
Dukungan Trump terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga dapat meningkatkan ketidakstabilan di Timur Tengah, menurut Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Hal ini bisa mendorong harga minyak karena investor memperhitungkan potensi gangguan pasokan minyak global. Trump diperkirakan akan terus mendukung militer Israel.
Namun, di luar pemilihan AS dan ketidakpastian geopolitik, tren berkelanjutan di pasar minyak akan menjadi penentu utama ke depan, menurut Mukesh Sahdev, kepala pasar komoditas global di Rystad Energy, dalam catatannya.
Baca Juga: Pertanyaan Elon Musk dalam Setiap Wawancara Kerja untuk Mengenali Pembohong
OPEC+ masih memegang kendali, marjin kilang menghadapi permintaan yang melemah, dan ketidakseimbangan antara pasokan dan aliran perdagangan minyak terus menjadi tantangan, kata Sahdev.
Stok minyak mentah, bensin, dan distilat AS mengalami kenaikan pekan lalu, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).
Persediaan minyak mentah naik sebesar 2,1 juta barel menjadi 427,7 juta barel dalam pekan yang berakhir 1 November, kata EIA, dibandingkan dengan ekspektasi kenaikan sebesar 1,1 juta barel dalam survei Reuters.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News