Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak meningkat pada Jumat (17/1), menuju pekan keempat berturut-turut mencatat kenaikan.
Didorong oleh sanksi terbaru Amerika Serikat (AS) terhadap perdagangan energi Rusia yang mengurangi pasokan, menaikkan harga perdagangan spot, dan tarif pengiriman.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik 55 sen atau 0,7% menjadi US$81,84 per barel pada pukul 08:04 GMT, dan telah naik 2,6% sepanjang pekan ini.
Sedangkan, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) meningkat 72 sen atau 0,9% menjadi US$79,4 per barel, setelah mencatat kenaikan 3,6% pekan ini.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Melemah, WTI Kembali ke Bawah US$ 80 Per Barel
Pekan lalu, pemerintahan Biden mengumumkan sanksi lebih luas yang menargetkan produsen minyak Rusia dan kapal tanker, disusul langkah tambahan terhadap basis industri militer Rusia serta upaya penghindaran sanksi.
Para analis memperkirakan sekitar 10% armada kapal tanker minyak dunia kini terkena sanksi AS.
Penurunan kapasitas pengiriman dan larangan oleh Shandong Port Group terhadap kapal tanker yang dikenai sanksi AS untuk masuk ke pelabuhannya telah memperketat pasokan minyak, memaksa pembeli mencari barel pengganti.
Toshitaka Tazawa, analis di Fujitomi Securities, mengatakan, "Kekhawatiran pasokan akibat sanksi AS terhadap produsen dan kapal tanker minyak Rusia, dikombinasikan dengan ekspektasi pemulihan permintaan yang didorong oleh kemungkinan penurunan suku bunga AS, menopang pasar minyak mentah."
Baca Juga: Harga Impor AS Naik Tipis pada Desember, Inflasi Amerika Masih Terkendali
Ia menambahkan bahwa "peningkatan permintaan minyak tanah akibat cuaca dingin di AS adalah faktor pendukung lainnya."
Investor juga menunggu untuk melihat apakah gangguan pasokan lebih lanjut akan muncul setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada Senin mendatang.
Analis ING dalam catatan penelitian mereka menulis, "Risiko pasokan yang meningkat terus memberikan dukungan luas pada harga minyak," seraya menambahkan bahwa pemerintahan Trump yang baru diperkirakan akan mengambil sikap tegas terhadap Iran dan Venezuela, dua pemasok utama minyak mentah.
Ekspektasi peningkatan permintaan juga memberikan dukungan pada pasar minyak. Data menunjukkan inflasi di AS mereda, memberikan harapan penurunan suku bunga.
Gubernur The Fed Christopher Waller pada Kamis (16/1) mengatakan bahwa inflasi kemungkinan akan terus mereda, memungkinkan bank sentral AS untuk memangkas suku bunga lebih cepat dari perkiraan.
Di sisi lain, data pada Jumat menunjukkan ekonomi China mencapai target pertumbuhan 5% pemerintah tahun lalu, meski banyak warga China merasa standar hidup mereka menurun.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Indonesia Merosot ke US$ 71,6 per Barel, ESDM Beberkan Sebabnya
Namun, throughput kilang minyak China pada 2024 turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, kecuali tahun 2022 yang terkena dampak pandemi, menurut data pemerintah.
Penurunan ini disebabkan oleh permintaan bahan bakar yang stagnan dan margin keuntungan yang tertekan.
Harga minyak juga terbebani pernyataan pejabat keamanan maritim Yaman, yang mengatakan milisi Houthi diperkirakan akan mengumumkan penghentian serangan terhadap kapal di Laut Merah menyusul kesepakatan gencatan senjata dalam perang Gaza antara Israel dan kelompok Palestina Hamas.
Serangan-serangan tersebut telah mengganggu pengiriman global, memaksa perusahaan melakukan perjalanan lebih panjang dan mahal melalui Afrika bagian selatan selama lebih dari setahun.
Selanjutnya: Pajak Hotel di Kyoto, Jepang Bakal Naik, Ada Apa?
Menarik Dibaca: Antisipasi Hujan di Denpasar, Pantau Prakiraan Cuaca Besok di Bali
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News