Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak naik tipis pada Rabu (9/10), di tengah perkembangan situasi di Timur Tengah dan ekspektasi permintaan yang masih hati-hati, serta menjelang pertemuan pemerintah China mengenai kebijakan fiskal.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik 45 sen atau 0,6%, menjadi US$77,63 per barel pada 0703 GMT.
Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 33 sen menjadi US$73,90 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Rabu (9/10), Brent ke US$77,4 dan WTI ke US$73,71
Harga minyak sebelumnya merosot lebih dari 4% pada sesi sebelumnya akibat potensi gencatan senjata antara Hezbollah dan Israel.
Namun pasar tetap waspada terhadap kemungkinan serangan Israel terhadap infrastruktur minyak Iran.
"Ketidakpastian di Timur Tengah yang terus bergerak antara 'pembicaraan gencatan senjata' dan 'eskalasi serangan lebih lanjut' telah membuat investor teralihkan dari fundamental pasar sebenarnya," kata Priyanka Sachdeva, analis senior di Phillip Nova, melalui email.
Penurunan harga minyak pada Selasa (8/10) terjadi setelah reli yang dimulai ketika Iran meluncurkan serangan rudal terhadap Israel pada 1 Oktober, yang berakhir dengan kenaikan 8% selama sepekan pada Jumat, terbesar dalam lebih dari setahun.
Pejabat Hezbollah pada Selasa tampaknya mundur dari syarat gencatan senjata di Gaza sebagai prasyarat untuk gencatan senjata di Lebanon.
Baca Juga: Nikkei Jepang Ditutup Naik Berkat Saham Teknologi Rabu (9/10), Saham 7-Eleven Melesat
Wakil pemimpin Hezbollah Naim Qassem dalam pidato yang disiarkan televisi mendukung upaya untuk mengamankan gencatan senjata, yang pertama kali tidak menyebutkan akhir perang di Gaza sebagai syarat.
Dukungan lain untuk harga minyak datang dari pengumuman bahwa Kementerian Keuangan China akan merinci rencana stimulus fiskal pada konferensi pers yang sangat dinanti pada Sabtu (12/10) mendatang.
Pasar telah menunggu kabar lebih lanjut mengenai dukungan fiskal dari Beijing untuk membantu menghidupkan kembali ekonomi China yang lesu, yang pada gilirannya dapat mendorong permintaan minyak.
Konferensi pers dari perencana negara China pada Selasa membuat investor kecewa karena tidak ada stimulus besar yang diumumkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Analis pasar senior OANDA, Kelvin Wong memperkirakan pola perdagangan minyak akan bergerak sideways dalam jangka pendek.
Baca Juga: Penurunan Harga Minyak Tertahan Badai Milton
Dengan WTI diperkirakan berada dalam kisaran US$73,15 hingga US$78,30 per barel, menunggu pengumuman mengenai langkah-langkah stimulus fiskal baru dari China dan perkembangan situasi di Timur Tengah.
Di sisi permintaan, data menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik hampir 11 juta barel pekan lalu, jauh lebih banyak dari yang diharapkan oleh para analis yang disurvei oleh Reuters. Namun, stok bahan bakar menurun.
Permintaan yang lemah terus mempengaruhi prospek fundamental.
Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Selasa menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global 2024 sebesar 20.000 barel per hari (bpd), menjadi 103,1 juta bpd, karena produksi industri dan pertumbuhan manufaktur yang lebih lemah di AS dan China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News