Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik dan ketersediaan pasokan telah menjadi mendorong harga minyak dunia. Diperkirakan harga minyak mentah berjangka WTI akan menguat sepanjang tahun ini.
Berdasarkan Trading Economics, harga minyak dunia naik 0,92% pada Jumat (12/1) ke US$ 72,68/Bbl. Adapun dalam sebulan, harganya naik 4,25%.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan meningkat setelah serangan udara dan laut Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap sasaran Houthi di Yaman.
Laut Merah telah mengalami peningkatan ketegangan akibat serangan Houthi terhadap kapal-kapal pelayaran global, sebagai pembalasan terhadap AS dan Israel atas keterlibatan mereka dalam perang Gaza.
Baca Juga: Emas Tak Masuk dalam Radar Investasi Warren Buffett, Mengapa?
Hal ini menyebabkan perusahaan pelayaran besar mengubah rute melalui Afrika bagian selatan, sehingga menyebabkan peningkatan tarif angkutan laut.
"Untuk minggu ini, harga minyak mentah naik hampir 2%, melanjutkan kenaikan 3% pada periode sebelumnya," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (14/1).
Selain itu, harga minyak mentah juga mendapat dukungan dari ketatnya pasokan minyak mentah global setelah perusahaan Minyak Nasional Libya pada hari Minggu mengumumkan force majeure di ladang minyak Sharara yang ditutup Rabu lalu usai pengunjuk rasa memasuki fasilitas tersebut. Ladang minyak Sharara adalah yang terbesar di Libya dan menghasilkan sekitar 300.000 barel per hari.
Penurunan ekspor minyak mentah Rusia mendukung harga minyak mentah. Data pelacakan kapal tanker dari Vortexa yang dipantau oleh Bloomberg menunjukkan rata-rata pengiriman bahan bakar olahan dari Rusia selama empat minggu turun menjadi 3,34 juta barel per hari dalam empat minggu hingga 7 Januari, turun 120.000 barel per hari dari minggu sebelumnya.
Baca Juga: Dampak Serangan AS dan Inggris ke Houthi Yaman, Situasi Makin Memanas
Namun, terdapat sejumlah faktor yang dapat melemahkan harga minyak dunia. Faktor bearish untuk minyak mentah adalah tindakan produsen minyak negara Saudi, Saudi Aramco yang memotong harga jual resmi minyak mentah Arab Light sebesar US$ 2,00 menjadi US$ 1,50 per barel pada hari Senin di atas patokan bagi pelanggan untuk pengiriman bulan Februari, penurunan yang lebih besar dari ekspektasi US$ 1,25 per barel dan terendah dalam lebih dari dua tahun.
Peningkatan minyak mentah di penyimpanan terapung juga berdampak buruk terhadap harga.
Data mingguan dari Vortexa pada hari Senin menunjukkan bahwa jumlah minyak mentah yang disimpan di seluruh dunia pada kapal tanker yang telah diam selama setidaknya satu minggu turun 2,1% b/b menjadi 83,69 juta bbl pada 5 Januari.
Faktor lainnya adalah pengumuman dari Angola pada tanggal 21 Desember bahwa mereka meninggalkan OPEC+ di tengah perselisihan mengenai kuota produksi minyak. Angola adalah produsen minyak mentah terbesar kedua di Afrika, dan perselisihan antara Angola dan anggota OPEC+ lainnya merupakan faktor bearish yang menandakan pertikaian antar anggota.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak Tersulut Serangan AS dan Inggris ke Yaman
"Anggota OPEC+ lainnya mungkin menolak keras upaya Arab Saudi yang memaksa semua anggotanya melakukan pengurangan produksi," paparnya.
Minyak mentah meningkat US$ 1,03 per Bbl atau 1,44% sejak awal tahun 2024, menurut perdagangan contract for Difference yang melacak pasar acuan untuk komoditas ini.
Sutopo memperkirakan, minyak mentah akan diperdagangkan pada US$ 74,81 per Bbl pada akhir kuartal ini dan di akhir tahun berpotensi ke US$ 80,97 per Bbl.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News