Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak ditutup melemah untuk hari kedua berturut-turut, tertekan oleh kenaikan tak terduga dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar Amerika Serikat (AS). Di saat yang sama, investor juga melakukan aksi ambil untung setelah harga minyak acuan menyentuh level tertinggi dalam tujuh tahun di awal pekan.
Jumat (21/1), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2022 ditutup turun 0,6% ke US$ 87,89 per barel.
Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2022 juga ditutup melemah 0,5% ke US$ 85,14 per barel.
Awal pekan ini, baik Brent dan WTI naik ke level tertinggi sejak Oktober 2014.
Kedua harga minyak acuan ini menguat untuk minggu kelima berturut-turut, setelah naik sekitar 2% pada pekan ini. Bahkan, harga minyak acuan naik lebih dari 10% sepanjang tahun ini, di tengah kekhawatiran atas pengetatan pasokan.
Baca Juga: Reli Terhenti, Harga Minyak Mentah Anjlok di Tengah Peningkatan Stok Minyak AS
"Namun koreksi terbaru kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi aksi ambil untung sebelum akhir pekan dan tidak adanya katalis bullish baru," kata analis PVM Stephen Brennock.
Terlebih berdasarkan data Energy Information Administration (EIA), stok AS naik pertama kali sejak November dan persediaan bensin capai level tertinggi dalam 11 bulan, berlawanan dengan ekspektasi industri.
"Pedagang energi tidak terkejut melihat reli harga minyak yang melambat," kata Edward Moya, senior market analyst di OANDA.
"Minyak mentah WTI turun setelah kenaikan mengejutkan dengan stok AS dan menyusul pertumpahan darah di Wall Street yang mengirim aset berisiko terjun bebas," lanjut Moya.
"Harga minyak mentah mungkin tidak memiliki tiket sekali jalan ke level US$ 100, tetapi fundamental sisi penawaran pasti mendukung hal itu bisa terjadi pada musim panas," tegas Moya.
Analis lain juga mengatakan mereka memperkirakan tekanan saat ini pada harga akan terbatas karena kekhawatiran pasokan dan meningkatnya permintaan.
OPEC+, sedang berjuang untuk mencapai target peningkatan produksi bulanan sebesar 400.000 barel per hari (bph).
Di Amerika Serikat, perusahaan energi memotong rig minyak minggu ini untuk pertama kalinya dalam 13 minggu.
Ketegangan di Eropa Timur dan Timur Tengah juga meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.
Baca Juga: Wall Street Tak Berdaya, Dow Jones, S&P 500 dan Nasdaq Kembali Koreksi di Atas 1%
Para diplomat AS dan Rusia tidak membuat terobosan besar dalam pembicaraan terkait Ukraina, tetapi sepakat untuk terus berbicara untuk mencoba menyelesaikan krisis yang telah memicu kekhawatiran akan konflik militer.
"Dengan kapasitas cadangan OPEC+ yang rendah, persediaan rendah dan ketegangan geopolitik meningkat, Brent berpotensi berada di sekitar US$ 120 per barel pada pertengahan 2022," kata analis Bank of America.
UBS juga memperkirakan permintaan minyak mentah mencapai rekor tertinggi tahun ini dan untuk Brent diperdagangkan dalam kisaran US$ 80- US$90 per barel untuk saat ini.
Sementara itu, Morgan Stanley telah menaikkan perkiraan harga Brent menjadi US$ 100 per barel pada kuartal ketiga, naik dari proyeksi sebelumnya US$ 90 per barel.
Di sisi permintaan, kinerja kuartalan perusahaan energi Schlumberger NV dan Baker Hughes Co mengalahkan ekspektasi karena harga minyak mentah dan gas alam yang lebih tinggi mendorong permintaan untuk layanan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News