Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street masih tak mampu bangkit dari keterpurukan dan menutup pekan yang brutal bagi pasar saham di zona merah. Bahkan, indeks S&P 500 dan Nasdaq mencatat persentase penurunan mingguan terdalam sejak awal pandemi Covid-19.
Jumat (21/1), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 450,02 poin atau 1,3% menjadi 34.265,37, indeks S&P 500 melemah 84,79 poin atau 1,89% ke 4.397,94 dan indeks Nasdaq Composite koreksi 385,10 poin atau 2,72% ke 13.768,92.
Untuk minggu ini, indeks S&P 500 anjlok 5,7%, Dow melemah 4,6% dan Nasdaq ambles 7,6%.
Indeks Dow Jones jatuh untuk sesi keenam berturut-turut. Ini merupakan penurunan harian terpanjang sejak Februari 2020.
Sedangkan indeks S&P 500 ditutup di bawah rata-rata pergerakan 200 hari, yang merupakan level teknis utama, untuk pertama kalinya sejak Juni 2020.
Baca Juga: Wall Street Turun Menjelang Akhir Pekan
Koreksi tajam pada bursa saham Amerika Serikat (AS) di akhir pekan ini karena saham Netflix jatuh setelah laporan pendapatan yang lemah.
Penurunan juga semakin dalam untuk Nasdaq setelah indeks sektor teknologi berat itu sejak awal pekan ini mengkonfirmasi masuk wilayah koreksi, dan ditutup turun lebih dari 10% dari level terbaik yang dicetak bulan November silam.
Nasdaq sekarang telah jatuh 14,3% dari level paling tingginya, dan berada pada level terendah sejak Juni.
Pada sesi kali ini, saham Netflix jatuh 21,8%, dan membebani indeks S&P 500 dan indeks Nasdaq. Koreksi tajam Netflix terjadi setelah raksasa streaming itu memperkirakan pertumbuhan pelanggan yang lemah.
Di saat yang sama, saham pesaing Netflix, yakni Walt Disney juga melemah 6,9% dan menyeret indeks Dow Jones. Saham Roku pun tergelincir 9,1%.
"Ini benar-benar merupakan kelanjutan dari kekalahan teknologi," kata Paul Nolte, Portfolio Manager Kingsview Investment Management.
"Ini benar-benar kombinasi dari rotasi saham teknologi serta angka-angka yang sangat buruk dari Netflix yang menurut saya merupakan katalis utama untuk hari ini," lanjut Nolte.
Baca Juga: IHSG Naik 0,49% Sepekan, Nilai dan Volume Transaksi Bursa Turun
"Ketika pasar menjadi seperti yang mereka dapatkan minggu ini, emosilah yang mengambil alih," tambah Jim Paulsen, Chief Investment Strategist The Leuthold Group.
"Sampai menemukan dukungan, tidak ada yang akan peduli tentang sesuatu yang fundamental," tegas dia.
Saham dimulai dengan awal yang sulit pada tahun 2022, karena kenaikan cepat pada imbal hasil US Treasury, di tengah kekhawatiran Federal Reserve akan menjadi agresif dalam mengendalikan inflasi. Hal tersebut telah memukul saham teknologi dan growth stock.
Investor kini sangat fokus pada pertemuan Federal Reserve yang digelar minggu depan, untuk mancari kejelasan lebih lanjut tentang rencana bank sentral AS itu memperketat kebijakan moneter dalam beberapa bulan mendatang. Terlebih setelah data pekan lalu menunjukkan harga konsumen AS pada bulan Desember mengalami kenaikan tahunan terbesar dalam hampir empat dekade.
"Antara pertemuan The Fed dan laporan kinerja, ada banyak hal yang pasar bisa khawatirkan minggu depan," kata Anu Gaggar, Global Investment Strategist di Commonwealth Financial Network.
Apple, Tesla, dan Microsoft adalah di antara perusahaan besar yang akan melaporkan kinerja di minggu depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News