Reporter: Arvin Nugroho | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Ibrahim menilai dengan dilakukannya isolasi sejumlah negara mengakibatkan aktivitas penerbangan terganggu. Sehingga, kebutuhan dunia penerbangan terhadap avtur turun signifikan.
Di Asia, negara importir minyak seperti China, Korea Selatan dan Jepang juga terkena imbas dari virus corona. Imbasnya, permintaan minyak dunia turun yang memicu terjadinya oversupply. “Secara teknikal, bisa saja minyak mentah dunia akan kembali menyentuh US$ 26,50 per barel,” kata Ibrahim.
Baca Juga: Tertekan harga minyak, Radiant Utama (RUIS): Ada potensi revisi target kinerja
Wahyu bilang potensi harga minyak untuk menyentuh titik terendah di level US$ 20 per barel– US$ 10 per barel dapat terjadi bila kondisi saat ini berlangsung lama. Ke depan, harga minyak mentah dunia akan dipengaruhi oleh adanya pasar bebas. Kondisi pasar bebas denga produksi minyak tanpa batas dan tanpa aturan serta kesepakatan menjadi masalah serius yang dihadapi oleh pasar minyak.
Sehingga ancaman penurunan harga minyak masih terbuka. “Selama kebijakan produsen utama minyak mentah masih barbar, kecil harapan minyak akan menguat,” kata Wahyu.
Sementara, Ibrahim menilai harga minyak tergantung dengan perkembangan virus corona setelah kuartal I selesai. Seandainya pada kuartal II, virus corona telah teratasi, potensi untuk stabil akan terbuka lebar. Sebaliknya, akan sangat berat untuk naik bila virus corona masih belum teratasi hingga kuartal II.
Baca Juga: Gaikindo tunda penyelenggaraan GIIAS di Surabaya akibat wabah virus corona
Wahyu menghitung harga minyak di kuartal I akan bergerak di rentang US$ 20–US$ 40 per barel dengan harga akhir tahun di level US$ 30 per barel. Sedang, Ibrahim menghitung harga minyak di kuartal I dan akhir tahun akan bergerak di rentang US$ 24,00–US$ 65,63 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News