Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga sejumlah komoditas energi belum terbendung. Mengutip Bloomberg, harga batubara Newcastle untuk kontrak pengiriman Oktober 2021 berada di level US$ 210,50 per ton pada perdagangan Rabu (29/9). Ini merupakan level tertinggi sepanjang masa (all time high) yang berhasil diraih oleh batubara.
Pun demikian dengan harga minyak. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) saat ini berada di harga US$ 74,93 per barel, sudah naik 54,43% secara year-to-date (ytd).
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menyebut, kenaikan harga batubara tentu bakal menekan margin emiten-emiten yang memerlukan batubara dalam proses produksinya. Contohnya seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan juga PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Walau begitu, Frankie menilai keduanya memiliki langkah yang baik dalam menghadapi kenaikan harga batubara ini. Seperti INTP misalnya, melakukan efesiensi penggunaan batubara seperti dengan strategi mixing coal. Produsen semen merk Tiga Roda ini juga sedang menyelesaikan fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF) yang digunakan untuk mengolah limbah menjadi bahan bakar.
Baca Juga: Harga komoditas energi masih melaju, emiten-emiten atur strategi efisiensi
“Hal yang senada dilakukan INCO, dengan diversifikasi penggunaan energi lain yaitu High Sulphur Fuel Oil (HSFO). Jadi, efesiensi yang dilakukan oleh kedua emiten tersebut memang cukup membantu mempertahankan margin.” tutur Frankie, Kamis (30/9).
Hal yang serupa juga akan dilakukan oleh emiten pertambangan, yang tentu bakal melakukan diversifikasi sumber energi mereka selain minyak bumi, seperti biofuel, gas dan batubara. Sehingga, dampak kenaikan harga minyak dunia tidak terlalu signifikan terhadap biaya produski mereka. Buktinya, emiten tambang seperti INCO, UNTR dan PTBA masih bisa mencatat pertumbuhan pendapatan di semester I -2021.
Sementara dampak kenaikan minyak mentah khususnya untuk industri lain sepertinya tidak terlalu berdampak signifikan. Ambil contoh seperti PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang pada semester I-2021 malah bisa menorehkan kinerja positif berupa laba bersih sebesar Rp 2,38 trilun dari sebelumnya mencatat kerugian.
“Hal ini dikarenakan TPIA memiliki lini bisnis yang sangat terdongkrak oleh peningkatan permintaan di tahun pandemi ini, seperti bahan baku plastik untuk kemasan alat-alat kesehatan. TPIA juga menaikkan harga penjualan dengan menyesuaikan akan kenaikan harga minyak mentah sebagai bahan baku utama untuk produksi petrokimianya,” sambung Frankie.
INTP dan INCO masih atraktif
Menurut Frankie, INTP juga tidak bisa serta merta menaikkan harga jualnya, yang merupakan imbas dari pasar semen yang masih kelebihan pasokan (oversupply) akibat dari perlambatan pembangunan pasca pandemi.
Sementara INCO masih terbantu dari kenaikan harga jual nikel. Terlebih lagi, INCO memiliki produk olahan nikel berkadar 78%, yakni nikel matte, yang bisa tetap diekspor jika wacana larangan ekspor produk olahan nikel berkadar 30%-40% terealisasi.
Dari sisi saham, Frankie menyebut kedua saham ini sebenarnya cukup menarik. INTP dan INCO berhasil menorehkan pertumbuhan pendapatan dan juga laba bersihnya di kuartal II tahun ini.
Namun, harga saham keduanya tidak merefleksiikan kinerjanya, sehingga ini menjadi cukup menarik untuk dicermati. Untuk INTP, investor bisa memasang target di level Rp 11.500 – Rp 12.000, sementara untuk INCO di level Rp 5.000 - Rp 5.200.
Baca Juga: Emas spot menguat tipis ke US$ 1.729 per ons troi pada pagi ini (30/9)
Dalam risetnya yang diterbitkan Selasa (28/9), Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin memproyeksikan, profitabilitas INTP kemungkinan tidak sebaik tahun lalu, tetapi efisiensi biaya dan potensi kenaikan harga jual dapat mengurangi risiko kenaikan harga bahan bakar.
Hanya saja, Mimi tetap memperkirakan marjin kotor INTP di tahun ini akan menurun dari tahun lalu. Tahun ini, margin kotor INTP diproyeksikan sebesar 34,6%, menurun dari margin tahun lalu yang mencapai 36,1%.
Mirae Asset Sekuritas masih mempertahankan estimasi total volume penjualan semen INTP tahun ini sebesar 18,1 juta ton, naik dari realisasi penjualan di tahun lalu sebesar 17,1 juta ton. Penjualan ini didukung oleh lebih banyaknya proyek konstruksi di semester ini dan potensi dimulainya kembali kegiatan ekonomi secara bertahap.
Mirae Asset Sekuritas meningkatkan rekomendasi saham INTP menjadi buy dari sebelumnya trading buy. Namun, target harga saham INTP tidak berubah, di level Rp 12.600.
Selanjutnya: Terbawa sentimen krisis energi, harga CPO pecah rekor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News