Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga sejumlah komoditas energi tertekan hingga akhir 2025 seiring kondisi oversupply global. Di tengah kondisi tersebut, gas alam dinilai memiliki prospek yang relatif lebih menarik, ditopang faktor musiman, kebutuhan energi industri, serta dinamika pasokan global.
Mengutip Trading Economics, Senin (29/12/2025) pukul 17.45 WIB, harga minyak mentah WTI berada di level US$ 57,863 per barel, terkoreksi 19,32% secara year to date (ytd), harga batubara di level US$ 109,05 per ton, terkoreksi 12,93% ytd, dan harga gas alam di level US$ 3,80 per MMBtu naik 4,82% secara ytd.
Pengamat komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono menyebut tekanan yang terjadi pada harga minyak mentah WTI terutama disebabkan oleh surplus pasokan global yang signifikan.
Badan Energi Internasional (IEA) mencatat kelebihan pasokan mencapai sekitar 4 juta barel per hari, seiring peningkatan produksi dari OPEC+ dan negara non-OPEC seperti Amerika Serikat, Guyana, dan Brasil.
“Di sisi permintaan, perlambatan ekonomi China serta percepatan adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) turut menekan konsumsi bahan bakar fosil,” jelas Wahyu kepada Kontan, Senin (29/12/2025).
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Masih Tertekan, Oversupply Jadi Tantangan Utama
Sementara itu, harga batubara juga mengalami koreksi. Pelemahan ini dipicu oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi di China dan India, serta normalisasi rantai pasok global.
Meski permintaan domestik untuk pembangkit listrik masih bertahan, pasokan batubara yang melimpah dari negara eksportir utama, termasuk Indonesia, menekan harga hingga berada di bawah level psikologis US$ 110 per ton.
Berbeda dengan minyak dan batubara, harga gas alam justru mencatatkan kenaikan secara YTD. Kata Wahyu, penguatan ini didorong oleh faktor musiman, terutama musim dingin di belahan bumi utara, serta gangguan pasokan gas pipa Rusia melalui Ukraina.
Permintaan liquefied natural gas (LNG) di Eropa dan Asia yang tetap kuat untuk menjaga ketahanan energi menjadi penopang utama harga gas alam sepanjang tahun ini.
Memasuki awal 2026, pasar komoditas energi diperkirakan memasuki fase moderasi dan stabilisasi. Harga minyak mentah diproyeksikan masih bergerak rendah atau sideways, seiring kekhawatiran oversupply yang diprediksi berlanjut hingga akhir 2026.
Baca Juga: Harga Logam Melejit pada 2025, Emas, Perak, dan Tembaga Masih Prospektif Tahun Depan
Batubara diperkirakan bergerak stabil dengan tren melandai, mengingat permintaan dari pembangkit listrik konvensional mulai mencapai titik jenuh. Namun, produksi dari Indonesia berpotensi menahan tekanan penurunan harga yang lebih dalam.
Adapun gas alam diperkirakan tetap bertahan di level tinggi pada kuartal I-2026, didorong puncak musim dingin. Meski demikian, risiko oversupply pada paruh kedua 2026 mulai membayangi, seiring beroperasinya sejumlah kapasitas LNG baru secara global.
Lebih lanjut, sejumlah sentimen kunci akan menjadi perhatian pasar pada awal 2026. Dari sisi geopolitik, potensi perundingan atau resolusi konflik Rusia–Ukraina dapat membuka kembali pasokan energi Rusia ke pasar global.
Dari sisi moneter, arah suku bunga The Fed yang lebih longgar diharapkan dapat mendorong aktivitas industri dan permintaan energi. Sementara itu, rencana penerapan bea keluar batubara di Indonesia mulai 2026 berpotensi memengaruhi margin eksportir dan harga penawaran global.
Baca Juga: Harga Perak Terbang Jelang Tutup Tahun, Penguatan Masih Terbuka di 2026
Selain itu, percepatan adopsi kendaraan listrik di China juga terus menjadi faktor struktural yang menekan pertumbuhan permintaan bensin dan minyak mentah secara jangka panjang.
Dengan berbagai faktor tersebut, Wahyu menilai gas alam menjadi komoditas energi yang paling layak dicermati pada 2026.
“Gas alam itu bahan bakar yang dibutuhkan di tengah pelemahan minyak dan batubara, terutama untuk mendukung sektor industri AI dan pembangkit listrik. Selain itu, volatilitas harga gas alam yang tinggi membuka peluang pergerakan harga lebih atraktif,” lanjutnya.
Dengan berbagai faktor di atas, untuk kuartal I-2026, Wahyu membidik harga minyak mentah WTI di kisaran US$ 50 – US$ 65 per barel. Harga batubara diperkirakan berada di rentang US$ 95 – US$ 120 per ton, tertahan oleh permintaan yang stagnan dan batas biaya produksi.
Sementara itu, harga gas alam diperkirakan bergerak di kisaran US$ 3 – US$ 6 per MMBtu, masih ditopang faktor musiman sebelum berpotensi melandai pada semester II-2026.
Selanjutnya: 6 Negara Ini Tawarkan Kewarganegaraan dengan Mudah, Berikut Syaratnya
Menarik Dibaca: Kenali Growth Mindset Biar Kualitas Hidup Meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













